Pusdiklat MA Panggil 436 Hakim Ikuti Pelatihan Filsafat Hukum: Dorong Putusan Lebih Berkeadilan

Screenshot

Lintangnews,com | Jakarta — Menjelang akhir tahun, Mahkamah Agung RI (MA) kembali mengambil langkah strategis untuk memperkuat fondasi etis dan intelektual para hakim di seluruh Indonesia. Melalui Pusdiklat Teknis Peradilan MA, sebanyak 436 hakim dipanggil untuk mengikuti pelatihan bertema “Filsafat Hukum untuk Keadilan” yang akan berlangsung secara daring pada 1–5 Desember 2025.

Hakim dari Berbagai Lingkungan Peradilan

Peserta pelatihan mencerminkan keragaman lingkungan peradilan di Indonesia:

  • 251 hakim dari Peradilan Umum,
  • 141 hakim dari Peradilan Agama,
  • 38 hakim dari Peradilan Tata Usaha Negara,
  • dan 6 hakim dari Peradilan Militer.  

Komposisi ini menunjukkan niat MA untuk merata-kan pemahaman filosofi hukum di seluruh ranah peradilan.

Rangka Pelatihan Intensif

Pelatihan akan dibuka resmi pada 1 Desember 2025 pukul 07.00 WIB, kemudian dilanjutkan dengan sesi intensif setiap hari antara pukul 08.30 — 22.00 WIB. Selama lima hari, para hakim akan mendalami sekitar 15 topik utama yang memadukan aspek filosofis, teoritis, dan etis hukum. 

Sebagai bagian dari syarat administrasi, para peserta diwajibkan melakukan registrasi melalui laman resmi MA dan mengunggah surat tugas serta pas foto latar merah sebelum batas waktu 30 November 2025. 

Pengajar dari Beragam Kalangan

Untuk memastikan kualitas dan sudut pandang yang luas, panitia menghadirkan sejumlah figur nasional sebagai narasumber dari internal MA hingga akademisi dan tokoh publik. Di antaranya: Wakil Ketua Yudisial MA, Kepala Badan Strategi & Diklat Peradilan, serta beberapa nama besar dari kalangan akademik dan aktivis hukum. 

Harapan: Putusan dengan Landasan Etis & Keadilan Substantif

Menurut MA, tujuan pelatihan ini bukan sekadar menambah pengetahuan formal tentang prosedur peradilan. Lebih dari itu, pelatihan diharapkan membentuk sensitivitas moral dan filosofi hukum agar hakim dalam setiap putusan bisa mempertimbangkan keadilan substantif, tidak hanya teks hukum. 

Dengan demikian, publik bisa semakin percaya bahwa proses peradilan tidak sekadar prosedural, tetapi juga berakar pada pemahaman mendalam tentang nilai keadilan.(team)