Siantar, Lintangnews.com | Setelah sempat ‘diusir’ oleh majelis hakim, kini terdakwa Herawati Boru Sinaga berprofesi dokter gigi atas kasus penganiayaan kembali lagi membawa kuasa hukum dari kalangan militer di Pengadilan Negeri (PN) Siantar, Selasa (9/10/2018) sore.
Namun kedatangan terdakwa yang didampingi kuasa hukum dari kalangan militer itu menuai keberatan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Henny A Simandalahi dan Rahma Hayati Sinaga.
Sehingga Majelis Hakim yang diketuai Fitra Dewi dengan dibantu hakim anggota Fyhtta Sipayung dan M Nuzuli menskors persidangan selama 1 jam lamanya untuk memberikan kesempatan kepada JPU menuliskan keberatannya terhadap kehadiran kuasa hukum dari terdakwa.
Dalam keberatan yang dituliskan JPU menyatakan, bahwa pada Undang-Undang (UU) Advokat Nomor 18 Tahun 2003 yang tertuang dalam pasal 2 ayat (1) yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus provesi Advokat yang dilaksanakan oleh organisasi advokat.
“Pengangkatan Advokat dilakukan oleh organisasi advokat. Dan salinan surat keputusan pengangkatan Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri,” kata Henny saat membacakan keberatannya secara tulisan.
Menanggapi hal tersebut, kemudian kuasa hukum dari terdakwa Herawati juga diberi kesempatan kepada majelis hakim untuk membuat hal yang sama. Ini agar meyakinkan apakah mereka bisa mendampingi terdakwa atau tidak.
Kuasa hukum Herawati membuat dan menerangkan bahwa Pengadilan Tinggi Jawa Tengah tidak perlu memberikan izin beracara kepada anggota Kodam IV/Diponegoro untuk bersidang di Pengadilan Negeri. Akan tetapi cukup dengan menunjukan surat penugasan dari Kepala Kodam IV/Diponegoro.
“Mengenai pasal 31 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Mahkamah Konstitusi (MK) dengan putusannya 006/PUU-II/2004 tanggal 13 Desember 2004 menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UU Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum meningkat,” kata kuasa hukum Herawati.
Menurutnya, dalam salah satu pertimbangan MK menyatakan ‘menimbang bahwa sebagai UU yang mengatur profesi, UU Nomor 18 Tahun 2003 tidak boleh dimaksudkan sebagai sarana legilisasi dan legitimasi bahwa yang boleh tampil di depan Pengadilan hanya Advokat, karena hal demikian harus diatur dalam hukum acara.
Dengan demikian, anggota Kodam IV/Diponegoro dapat menjadi kuasa keluarga TNI Angkatan Darat yang masih aktif terdiri dari, istri/suami, anak-anak yang belum berkeluarga, orang tua suami/istri tersebut.
Setelah mendengarkan ajuan dari kedua belah pihak, akhirnya majelis hakim menolak atau tidak memberi izin kepada kuasa hukum terdakwa dari kalangan militer.
“Setelah kita bermusyawarah, melihat dan mempertimbangkan, majelis hakim memutuskan untuk tidak memberikan izin dan menolak dari kemiliteran untuk mendampingi terdakwa. Dan kami akan memberikan kesempatan kepada terdakwa selama 2 hari untuk mencari Advokat umum,” kata Fitra Dewi sembari menutup persidangan yang akan dilanjutkan pada Kamis (11/10/2018). (res)