Asahan, Lintangnews com | Bobroknya sistem peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Kisaran, Kabupaten Asahan semakin terkuak.
Seperti sidang putusan kasus kecelakaan lalu lintas (laka lantas) antara kereta api kontra minibus dengan Register Perkara Nomor : 664/Pid.sus/2024/PN.KIs atas nama terdakwa Muhammad Ahmadiansyah Naipospos yang dilakukan secara daring berantai melalui aplikasi WhatsApp (WA) oleh Hakim Tetty Siskha, dinilai janggal, tidak profesional dan cacat hukum.
Zulkarnain Nasution keluarga terdakwa mengatakan naiknya vonis hakim 2 tahun dari tuntutan jaksa diduga karena permintaan Rp 20 juta dari oknum hakim kepada keluarga terdakwa tidak terpenuhi.
Zul menceritakan kronologi bermula pada Kamis (21 /11/2024 ) sekira 10.00 WIB suami dari hakim TS menelpon dari WA dari nomor
0812 6361 2xxx.
“Lalu menceritakan bagaimana kelanjutan soal adik saya yang telah dituntut oleh jaksa 1 tahun dan bentar lagi putusan, bagaimana tanggapan kalian,” ujarnya Selasa (26/11/2024).
Lalu pada Jumat (22/11/2024 ) sekira pukul 18.00 WIB, suami dari hakim TS menelepon posisi dan minta jumpa di salah satu toko pangkas rambut di Jalan Cokroaminoto Kisaran. Namun di sini hanya sebentar tanpa ada kata putus.
Selanjutnya suami dari hakim TS meminta jumpa di Jalan Diponegoro.
Kemudian datanglah hakim TS bersama suaminya. Dan di sini hakim TS kembali menguatkan permintaan Rp 20 juta tersebut.
“Hakim mengatakan bahwa itu sudah murah. Biasanya kasus yang begini Rp 30-40 juta,” kata Zul menirukan ucapan TS.
Zul menuturkan kalau dibayar Rp 20 juta, maka vonis bisa 8 bulan. Namun keluarga tidak mempunyai uang.
“Sehingga Senin (25/11/2024), TS menjatuhkan vonis 2 tahun lebih tinggi dari tuntutan jaksa 1 tahun penjara,” sebut Zul sambil menitikkan air mata.
Terdakwa merupakan anak yatim piatu dan bekerja hanya sebagai supir di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Asahan.
Dalam peristiwa laka lantas itu terdakwa diminta oleh korban untuk menyetir ke Pulo Raja dan Air Joman untuk melakukan pencatatan perkawinan, pada Sabtu (22/6/2024).
Sementara itu penasehat hukum terdakwa, Tekad Kawi sangat menyesalkan tindakan hakim tersebut.
Celakanya, dalam mengambil keputusan itu hakim tidak berada di ruangan sidang dan hanya dilakukan melalui zoom meeting.
“Ini sudah menyalahi aturan,” imbuh Tekad, dan menambahkan seharusnya dalam mengambil keputusan seharusnya majelis hakim harus berada dalam ruangan sidang walaupun melalui zoom meeting.
Dalam putusan ini, hanya penasehat hukum terdakwa yang hadir.
Baik hakim maupun panitera tidak berada di ruangan sidang, dan saat mengambil keputusan hanya dihadiri satu orang hakim Tetty Siskha.
“Atas kasus ini, keluarga terdakwa memohon agar Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) turun ke Asahan untuk menyelidiki kasus ini yang tidak mencerminkan rasa keadilan,” pinta Zulkarnaen mengakhiri (FM)