Diki Nugraha: RT Hanya Menyalurkan Aspirasi, Bukan Menghentikan Musik Usaha

Pematangsiantar, Lintangnews.com – Polemik keberadaan usaha hiburan dengan live musik hingga tengah malam masih menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Pasalnya, hingga saat ini pemerintah daerah belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus mengatur jam operasional maupun batasan penyelenggaraan hiburan malam.

Kekosongan aturan tersebut membuat sebagian warga merasa resah, sementara pelaku usaha tetap menjalankan bisnisnya dengan alasan belum ada ketentuan yang dilanggar. Situasi ini kerap menimbulkan gesekan di masyarakat, terutama di kawasan yang padat pemukiman.

Menanggapi hal ini, Kepala Bagian Penindakan dan Peradilan, LBH POROS, Diki Nugraha Hutapea menegaskan bahwa RT tidak memiliki kewenangan untuk menutup usaha maupun menyuruh penghentian live musik.

“RT hanya sebatas menyalurkan aspirasi masyarakat. Mereka bisa menghimpun keluhan warga, membuat berita acara rapat, lalu menyampaikannya ke pemerintah kelurahan atau desa. Yang berwenang menutup atau menghentikan usaha itu pemerintah daerah melalui Satpol PP atau aparat penegak hukum. Jadi, RT tidak berhak menyuruh pengusaha menghentikan kegiatan musik di tempat usahanya,” ujar Diki, Kamis (18/09/2025).

Ia menambahkan, jika Perda belum tersedia, pemerintah daerah seharusnya segera mengambil langkah sementara, misalnya dengan menerbitkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang mengatur jam operasional hiburan malam. Selain itu, forum musyawarah antara masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah juga dinilai penting untuk mencari solusi yang berkeadilan.

Lebih jauh, Diki mencontohkan kasus street bar di Jalan Vihara. Menurutnya, selama belum ada regulasi yang secara tegas mengatur, usaha tersebut tetap boleh beroperasi.

“Street bar di Jalan Vihara tetap bisa buka sampai ada regulasi yang jelas. Pemerintah tidak boleh tebang pilih, dan aturan yang dibuat nantinya harus memberikan kepastian hukum bagi semua pihak,” tegasnya.

Diki juga menekankan pentingnya mematuhi kesepakatan bersama jika sudah dicapai antara warga, pelaku usaha, dan pemerintah. “Kalau sudah ada kesepakatan, semua elemen wajib mematuhinya. Jika masih ada pihak yang bertindak di luar kesepakatan, berarti ada oknum yang telah melampaui batas kewenangannya,” tambahnya.

Sementara itu, Lurah Kelurahan Simalungun, Ridoiman Junifer Purba, ketika dikonfirmasi menyebutkan bahwa RT hanya bermaksud mengingatkan batas jam operasional, bukan melarang usaha sama sekali.

“Jam 24.00 WIB, selambat-lambatnya jam 00.30 WIB, sebisa-bisanya dispensasinya jam 01.00 WIB. Tapi dengan catatan suara musik dipelankan minimal sekuat didalam ruangan itu pakai musik MP3 sembari beres-beres mau tutup,” jelas Lurah.

Camat Siantar Selatan, Henri G Purba, juga menegaskan pihaknya sudah memediasi masyarakat dan pelaku usaha. “Ada beberapa poin yang sudah disepakati antara masyarakat dan pelaku usaha saat musyawarah beberapa hari lalu,” ujarnya.

Diki Nugraha Hutapea berharap pemerintah hadir sebagai penengah, sehingga di satu sisi geliat ekonomi tetap berjalan namun di sisi lain ketertiban dan kenyamanan masyarakat juga tidak dikorbankan.(Team)