Simalungun, Lintangnews.com | Sekretaris Dinas Pendidikan (Sekdis) Parsaulian Sinaga memberikan tanggapan atas adanya pungutan dana Kelompok Kerja Guru (KKG) yang dilakukan oknum Kepala Sekolah (Kepsek).
“Secara formal memang itu program Kementerian. Tapi kalau soal sampai kepada membentuk iuran, itu musyawarah,” ucap Parsaulian Sinaga, Senin (29/10/2018).
Menurutnya, itu terserah bisa ikut atau tidak dalam KKG dimaksud. Parsaulian menuturkan, aturan itu lah yang harusnya mereka (guru) menilai.
“Bisa ikut atau tidak seminar ya terserah. Guru tidak datang juga gak masalah,” paparnya.
Dia juga membantah jika ada intimidasi terhadap para guru dalam mengikuti KKG dimaksud.
“Intimidasi dari mana? Apa kepentingannya. Itu kan musyawarah! Mereka yang menentukan guru ikut atau tidak. Siapa yang mengintimidasi dan gak ada itu. Terserah guru mau ikut atau tidak,” tukasnya.
Menurut mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kadis Pendidikan Simalungun ini menuturkan, tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) dinas terhadap apa yang terjadi di sekolah-sekolah sudah menjadi bagian dari pengawas.
“Pengawas kita ada di lapangan. Mereka lah yang menilai itu (KKG) wajar atau tidak. Bukan kita (dinas red). Ada pejabat fungsional yang ditangani. Untuk menilai dan membimbing yaitu pengawas dan koordinator wilayah,” terangnya.
Parsaulian juga menuturkan, tidak benar pihak Disdik Simalungun yang minta guru membuka rekening bank tempat penyimpanan uang yang dipungut dari peserta KKG
“Kepentingan apa buka rekening menyimpan uang. Ngapain! Untuk apanya? Untuk apa orang itu! Kenapa kita ke rekening! Kalau guru kesana, misalnya pertemuan KKG,” seru Parsaulian.
“Darimana uangnya beli nasi. APBD tidak ada. Program dinas tidak ada. Itu memang kelompok profesi namanya. Guru kelas 1,2, guru IPS dan guru olahraga,” tambahnya.
Menurutnya, KKG itu bisa ditalangi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) apabila sekolahnya mampu. “Kalau tidak mampu, program sekolahnya tidak menganggarkan,” ucapnya mirip bahasa ngawur.
Disinggung Sekolah Dasar (SD) di Simalungun yang masuk kategori tidak mampu dalam menalangi kegiatan KKG, Parsaulian menyampaikan itu tergantung dari program masing-masing sekolah.
“Tergantung program mereka. Ada dana BOS yang Rp 50 juta dan Rp 100 juta. Yang Rp 50 juta ini untuk apa? Ada disitu dianggarkan untuk pengembangan profesi! Kalau ada silahkan,” imbuhnya.
Dia menuturkan, bisa saja tak semua Kecamatan yang membuat KKG. Menurutnya, itu tergantung pengawas dan koordinator wilayah mengenai triknya untuk menyikapi kompetensi itu, apakah seperti seminar dan lokakarya.
“Kita yang mengajari? Mana mungkin kita yang ajari dari teknis. Lebih pintarnya orang itu (pengawas dan kordinator wilayah red) dari kita,” ucap Parsaulian walaupun faktanya dinas lah yang menugaskan kedua profesi tersebut. (zai)