Humbahas, Lintangnews.com | Menindaklanjuti audiensi dengan Sekretaris Daerah (Sekda), Tony Sihombing terkait pernyataan keberatan masyarakat Kecamatan Parlilitan dari Desa Sionom Hudon, Desa Simataniari dan Lembaga Adat Sionom Hudon pada Pemkab Humbang Hasundutan (Humbahas) pada 25 Mei 2023 lalu, kembali dilaksanakan pertemuan di Aula Kantor Camat Parlilitan, Selasa (13/6/2023).
Pertemuan antara pihak yang berseberangan ini dihadiri langsung Camat Parlilitan, Darmo Hasugian, Kapolsek Parlilitan, AKP JH Turnip dan Danramil, Peltu D Situmorang beserta Tokoh Masyarakat, Lembaga Adat Sionom Hudon, serta Direktur KSPPM, Delima Silalahi.
Dalam pertemuan itu, Saut Tumanggor selaku Sekretaris Lembaga Adat Sionom Hudon kembali menyatakan dengan tegas, mereka menolak disahkannya hutan adat seluas 1.763 hektar untuk diserahkan kepada pihak yang tidak bertanggung jawab.
Saut menjelaskan, masyarakat tidak mengetahui perihal pengesahan Surat Keputusan (SK) pelepasan tanah adat itu. Bahkan Lembaga Adat Sionom Hutan dan Tokoh Masyarakat Parlilitan akan melayangkan surat keberatan kepada pemerintah, apabila ada indikasi penyerobotan hutan di tanah ulayat Desa Sionom Hudon dan Desa Simataniari.
“Isu yang beredar dari masyarakat Desa Simataniari, ada pelepasan lahan seluas 1.763 hektar. Perihal ini perlu ditegaskan kembali, kami tidak menerima dan tak pernah menyetujui adanya tanah adat di wilayah Lembaga Adat Sionom Hudon. Karena hal ini sudah menjadi ketetapan dan aturan dari nenek moyang kami,” sebut Saut.
Sementara Delima Silalahi mengatakan, dukungan pihaknya dalam pelepasan wilayah menjadi tanah adat ini merupakan bentuk penyelamatan lingkungan dan bencana alam.
Dikatakan, dalam penyelamatan hutan dan lingkungan seperti banjir bandang, panasnya cuaca, hanya ini satu-satunya hutan yang tersisa di Provinsi Sumatera Utara, meliputi Tapanuli Selatan (Tapsel) dan Mandailing Natal (Madina).
“KSPPM konsen tentang hal itu, karena ini kesempatan bagi masyarakat di Indonesia mengatakan agar hutan adat dilindungi dan tidak diberikan kepada perusahaan-perusahaan,” sebutnya.
Menanggapi itu, Saut kembali menegaskan, posisi mereka bukan membela perusahaan yang disebutkan oleh KSPPM. Namun untuk melindungi tanah ulayat mereka.
“Lembaga Adat Sionom Hudon tidak pernah memberikan tanah ulayat dengan perusahaan-perusahaan yang disebutkan itu. Kami juga tidak pernah melepaskan tanah ulayat menjadi tanah adat. Tetapi jika berbicara masalah pelestarian hutan yang disampaikan, ini juga menarik dan perlu penjelasan,” paparnya.
Dia juga menyampaikan, KSPPM diam saja tentang masalah penebangan hutan secara liar yang terjadi di Desa Simataniari. Bahkan informasi di lapangan, sudah terdapat ratusan hektar pohon ditebang akibat penebangan liar tersebut.
“Hal ini menjadi indikasi, KSPPM pun bersuara hanya karena kepentingan tertentu,” tukas Saut.
Sedangkan Darmo meminta kepada semua pihak yang hadir agar duduk bersama dan bermusyawarah menemukan jalan keluar dalam permasalahan ini
“Adanya isu yang menjadi perdebatan di antara masyarakat Kecamatan Parlilitan, khususnya Desa Sionom Hudon dan Desa Simataniari, kami berharap agar semua pihak duduk bersama dalam mencari jalan keluarnya,” pintanya.
Menurut Camat, tidak ada artinya melakukan provokasi atau hal negatif lainnya, karena semua adalah keluarga.
“Harapan kami, tokoh adat dapat memfasilitasi kedua belah pihak untuk menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan dengan solusi yang tepat,” imbuh Darmo. (Akim)