Pengamat Hukum : Relokasi PKL di Humbahas Langgar Hak Konstitusi

Humbahas, Lintangnews.com | Relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di Jalan Maduma I ke Jalan Maduma II, Kelurahaan Pasar Dolok Sanggul, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) hanya dikarenakan memakan badan jalan, lagi-lagi mendapat perhatian dari pengamat hukum dan dinilai melanggar hak konstitusi.

Praktisi hukum, mantan alumni dari Universitas Katolik Santo Thomas Medan, Barrak Donggut Simbolon menyampaikan, pemerintahan Dosmar Banjarnahor dan Saut Parlindungan Simamora yang menggusur PKL baru-baru ini dikarenakan memakan badan jalan hingga mengganggu ketertiban arus lalu lintas (lalin) dengan dipindahkan ke tempat lain tanpa ada sarana. Apalagi, penggusuran bukan dilakukan secara merata.

Menurut dia, ini telah melanggar hak konstitusional warga negara yang seperti tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 27 dan pasal 28. Dan secara kuantitasnya, pasal 28 UUD 1945 yaitu pada pasal 28a dan pasal 28 d.

“Artinya, bagaimana pun juga PKL adalah warga negara yang harus dilindungi hak-haknya semisal hak untuk hidup, bebas berkarya, berserikat dan berkumpul, bukan merelokasi tanpa ada sarana dan malah sepi pembeli,” katanya saat dihubungi, Jumat (21/8/2020).

Seharusnya, kata Barrak, jika ingin melakukan relokasi PKL harus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta UU Nomor 8 Tahun 2004 tentang Jalan.

“Jika tidak ingin dibilang melanggar hak konstitusional, intinya siapa pun pedagang yang berjualan di trotoar, apalagi jalan hingga memakan jalan, harusnya dipindahkan. Jadi jangan pedagang digusur karena memakan jalan dibilang melanggar aturan, sementara pedagang lainnya dibiarkan berjualan. Berarti pedagang yang berjualan di trotoar dan jalan dibilang tidak melanggar aturan. Searusnya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang tegas menegakkan hukum, bukan Dinas Perhubungan (Dishub),” kata Barrak.

Barrak menuturkan, sebenarnya kebijakan penggusuran yang dilakukan itu bersifat setengah-tengah, tidak jelas dan tak berkompeten dalam penataan PKL. Apalagi, penggusuran itu sebenarnya perlakuan yang tidak adil, dikarenakan tak merata dan tanpa adanya penyediaan sarana dan justru sepi pembeli.

Dia menilai, seharusnya penggusuran itu menggunakan kajian dari sosial ekonomi dan sosial masyarakat dengan memanggil para akademisi.

“Sebenarnya bukan isu positif yang mendominasi, melainkan menjadi polemik dan dinilai salah logika. Karena sektor informal seharusnya dilihat dengan kaca mata ekonomi,” paparnya.

Barrak menambahkan, nasib para pedagang sebenarnya sudah diatur pemerintah seperti tercantum di Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2009 tentang Ekonomi Kreatif untuk dilakukan pembinaan dan penataan kepada PKL dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.

Pembersihan gorong-gorong di tempat relokasi pedagang kaki lima.

Untuk itu, dirinya berharap Dosmar dan Saut Parlindungan benar-benar memperhatikan nasib para PKL, karena pedagang ini menggantungkan hidupnya dengan cara berdagang dan mereka harus dibela, sehingga mendapatkan haknya.

Jika tidak ada solusi, pengacara asal Kota Medan ini mengaku, siap membawa para pedagang melakukan aksi besar-besaran bersama rekan-rekan pengacara lainnya untuk membela mereka (pedagang) ke kantor Bupati Humbahas.

“Apalagi ini tahun politik, jangan sampai ada kecurigaan masyarakat, ada apa persoalan ini dilakukan sekarang, kenapa tidak di tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu kita harap, Pemkab Humbahas arif dan bijaklah jangan sampai melanggar hak konstitusi,” pungkasnya.

Miris, PKL Alami Kerugian Pasca Direlokasi
Terpisah, dampak dipindahkannya PKL ke Jalan Maduma II memasuki minggu keempat pasca dipindahkan mengeluhkan merugi, karena pembeli sangat jarang. Bahkan sebagian pedagang tidak dapat berjualan dikarenakan adanya kebersihan gorong-gorong.

Hal itu disampaikan J Tahi Simanullang didampingi beberapa pedagang lainnya, Jumat (21/8/2020).

“Terus terang kami dirugikan karena keadaan sekarang sudah sepi ditambah lagi adanya kebersihan gorong-gorong dan tempat jualan tidak ada,” keluh Tahi.

Mereka mengungkapkan, kerugian ini sebenarnya sudah terjadi sejak dipindahkan hingga sampai minggu keempat di bulan Agustus. Apalagi beberapa pedagang lain bahkan memutuskan tidak berjualan sementara, dikarenakan adanya lokasi yang dipakai sedang kebersihan gorong-gorong.

Padahal, setiap berdagang menurut mereka, operasional berjalan terus, mulai operasional kendaraan dan makan-minum.

“Itu yang menjadi dampak yang tidak menguntungkan bagi kami semua, apalagi di minggu keempat ini, penurunan omset tidak ada sama sekali,” sambung pedagang marga Situmorang.

Menurutnya, Pemkab Humbahas sepertinya lepas tangan ketika sudah merelokasi mereka ke Jalan Maduma II, apalagi di situasi minggu keempat ini. Harusnya, sambung Situmorang pemerintah mengerti dan paham akan permasalahaan ini. (DS)