Puluhan Jurnalis dan Pemko Siantar Sepakati Lawan Berita Hoax

Siantar, Lintangnews.com | Puluhan jurnalis dari media cetak, media online maupun media elektronik serta Pemko Siantar bersama-sama sepakat melawan berita atau informasi hoax.

Ini tidak lepas dari keprihatinan atas banyak orang atau kelompok mendapatkan dampak buruknya.

Melawan hoax atau informasi bohong ini dilakukan melalui diskusi dengan tema ‘Menangkal Hoax’, Rabu (25/10/2018) di Siantar Hotel, Jalan WR Supratman, Kecamatan Siantar Barat.

Hadir dalam pertemuan itu beberapa narasumber dan Kabag Humas Protokoler Pemko Siantar, M Hamam Sholeh serta penyeimbang Kristian Silitonga.

Sementara narasumber, Vinsensius Sitepu selaku praktisi teknologi informasi dan komunikasi menyampaikan, melawan hoax sama halnya mengedepankan informasi dari kebenaran di atas apapun dan di masa kemajuan era digital. Menurutnya, hal ini masalah yang sangat penting dan mendesak untuk diperhatikan.

Vinsensius menuturkan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi kian mengepung masyarakat. Dengan mudahnya informasi dari berbagai sudut untuk dipublikasikan. Namun menurut Vinsensius, pastinya kecanggihan teknologi itu seperti pisau bermata dua.

“Kecanggihan ditambah kelajuan pesan di dalamnya itu membuat masyarakat awam kian sulit membedakan mana informasi yang benar atau asli dan palsu. Hal ini tidak hanya terjadi dalam tulisan, tetapi juga lewat gambar atau foto serta vedio. Bahkan suara bisa dimanipulasi,” sebutnya.

Master Komunikasi Massa dari Universitas Sains Malaysia (USM) itu menyampaikan, memahami informasi tidak boleh hanya melihat atau membaca judul. Dia menuturkan, banyak orang tidak membaca konten dengan kritis kemudian bertindak membagikan informasi tersebut.

“Untuk menghindari diri menjadi penyebar hoax, saya meminta setiap orang membaca konten secara menyeluruh,” paparnya.

Narasumber lainnya, Daulat Sihombing memberikan contoh soal dampak buruk hoax. Daulat menuturkan. di awal bulan Oktober 2018 dunia maya khususnya di Indonesia dihebohkan berita hoax tentang penganiayaan seorang aktivis perempuan, Ratna Sarumpaet yang mengaku mengalami penganiyaan dan pengeroyokan berat, sehingga kondisinya luka lebam, memar dan bonyok pada bagian wajah.

Atas informasi ini diduga telah melahirkan ‘kegaduhan’ politik, sehingga polisi bergerak cepat mengumpulkan fakta sebenarnya. Hasilnya, informasi yang disebarkan Ratna Sarumpaet dinilai hoax, sehingga dijadikan tersangka dengan menjeratnya melanggar pasal 14 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 jo pasal 28 dan 45 dan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Lanjutnya, hoax marak terjadi khusus di masa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Daulat menuturkan, dalam ruang politik, hoax ternyata tak lagi sekedar peristiwa sporadis, tetapi telah berkembang menjadi order by design yang diorganisir kelompok-kelompok politik tertentu untuk merongrong wibawa pemerintahan atau negara.

“Agar tidak terjebak dalam hoax, pengguna media elektronik wajib mengakrabkan diri dengan literasi. Hati-hati dengan judul yang provokatif, cermat dengan situs, periksa fakta, cek keaslian foto dan mengikuti grup. Intinya, hati-hatilah dengan jemari tuan dan jadi lah pelopor anti hoax,” kata Daulat. (elisbet)