Siantar, Lintangnews.com| Budaya Simalungun memiliki nilai-nilai luhur, nilai yang luar biasa. Di mana budaya Simalungun menerapkan kerja sama, kebersamaan, dan kerukunan, baik di antara keragaman suku, agama, maupun budaya. Kota Pematang Siantar sendiri memiliki motto yang diambil dari bahasa Simalungun, yakni Sapangambei Manoktok Hitei, yang berarti bekerjasama dan bergotong royong untuk tujuan yang mulia.
Hal ini disampaikan Wali Kota Pematang Siantar dr Susanti Dewayani SpA dalam sambutannya pada kegiatan Simalungun Art Festival dan Pagelaran Seni Korps Senior Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (Himapsi) Korda Pematang Siantar, di Lapangan Pariwisata (Tugu Becak), Jalan Merdeka Pematang Sianțar, Jumat (27/10/2023).
Mengawali sambutannya, dr Susanti mengutarakan dirinya telah berdomisili di Kota Pematang Siantar sejak 30 tahun lalu dan merasa nyaman di kota ini.
“Dan saya tidak pernah meninggalkan Kota Pematang Siantar, Tanoh Simalungun ini. Paling lama hanya seminggu, setelah itu merasa gelisah, ingin cepat pulang ke Kota Pematang Siantar. Itulah saya rasakan, dari hati saya yang paling tulus,” sebut dr Susanti.
Dalam kesempatan tersebut, dr Susanti menyinggung motto Sapangambei Manoktok Hitei yang belum sah dituangkan dalam lambang Kota Pematang Siantar.
“Ini harus diperjuangkan. Supaya Sapangambei Manoktok Hitei sah menjadi motto Kota Pematang Siantar dan semangat dalam membangun agar dapat melekat pada lambang daerah Kota Pematang Siantar,” tutur dr Susanti dengan suara bergetar.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam dua hari ini, kata dr Susanti, salah satunya agar Kota Pematang Siantar memiliki hymne atau mars. Karena seluruh dokumen telah selesai, hanya tinggal hymne atau mars.
“Yang kebetulan juga, hari ini akan turut dilombakan. Sehingga dengan semangat, kita akan terus mendorong panitia agar harus melaksanakan kegiatan ini. Supaya apa yang menjadi cita-cita dan harapan untuk Kota Pematang Siantar dapat segera terwujud,” sebut dr Susanti.
Masih kata dr Susanti, setelah hymne atau mars Kota Pematang Siantar telah ditetapkan, maka kelanjutannya yakni public hearing.
“Untuk itu, dengan kerendahan hati saya memohon kegiatan yang harus kita lengkapi dengan public hearing ini dapat berjalan dengan baik. Supaya Sapangambei Manoktok Hitei dapat dilekatkan dalam lambang daerah Kota Pematang Siantar,” tukasnya.
dr Susanti juga menegaskan, Pemerintah Kota (Pemko) Pematang Siantar terus mendorong agar kegiatan ini dapat terlaksana supaya yang dicita-citakan dapat segera terlaksana, dan Perda Lambang Daerah Kota Pematang Siantar dapat disahkan.
Dengan tema kegiatan “Milenial Berbudaya”, dr Susanti mengajak generasi muda terus berkarya dan berinovasi, serta kegiatan tersebut menjadi agenda rutin, untuk dapat menjaga dan merawat budaya Simalungun.
“Tentunya, Pemko Pematang Siantar tetap konsisten dan komitmen agar generasi muda terus menggelar kegiatan seperti ini dan menjadi agenda rutin. Dengan kegiatan ini, kita dapat merawat dan menjaga serta melestarikan budaya Simalungun. Kami mengajak untuk terus berkolaborasi kepada seluruh pihak. Terima kasih kepada seluruh panitia kegiatan ini,” kata dr Susanti, serta dilanjutkan dengan membuka kegiatan Simalungun Art Festival dan Pagelaran Seni Korps Senior Himapsi Korda Pematang Siantar.
Sebelumnya, Ketua Panitia Rado Damanik SPd dalam laporannya mengatakan, kegiatan tersebut terlaksana atas dukungan penuh Wali Kota Pematang Siantar dr Susanti Dewayani SpA dan tokoh budaya Sumut H Kusma Erizal Ginting SH.
Dan Tokoh-tokoh Simalungun Yaitu Bapak DR Parlindungan Purba, Bapak DR Junimart Girsang,Bapak DR dr Waldensius Girsang,Bapak Raja Suandi Purba MM,Bapak Elisben Purba dan Tokoh Simalungun lainnya.
Rado menyampaikan bagaimana dr Susanti memberi support agar kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik, yang diikuti 30 peserta.
“Kita sadar, bang, bahwa kita tinggal di Tanoh Sapangambei Manoktok Hitei. Saya orang Jawa, tapi karena berkat Tuhan dan orang Simalungun bisa menerima, sehingga saya menjadi Wali Kota Pematang Siantar. Sehingga wajib bagi kita untuk melestarikan budaya Simalungun di Kota Pematang Siantar,” sebut Rado menceritakan isi perbincangannya dengan dr Susanti beberapa waktu lalu.
Sementara itu, H Kusma Erizal Ginting DH selaku tokoh budaya di Sumatera Utara (Sumut) dan juri perlombaan mars Kota Pematang Siantar dalam sambutannya menyampaikan Kota Pematang Siantar dikenal sebagai kota toleransi.
“Kota yang heterogen. Ketika orang mau belajar toleransi, salah satunya harus datang ke Pematang Siantar. Toleransi itu bukan dirancang sedemikian rupa, toleransi tumbuh di bumi Simalungun. Keringat di bumi Simalungun ini adalah keringat toleransi. Dan itu tergambar dari sang patriot Sangnaualuh Damanik dengan delapan sikapnya. Dia boleh hilang, bahkan kerajaannya. Tapi harga diri Simalungun jangan sampai hilang dari Kota Pematang Siantar,” tutur Erizal berapi-api.
Lebih lanjut Erizal mengatakan, sifat dari suku Simalungun itu terbuka, bahkan dahulunya sampai memberi tanah kepada masyarakat.
“Jadi kita harus hormat kepada tuan rumah. Di mana tuan rumah sudah menunjukkan adatnya, sehingga kita sebagai tamu juga harus punya adat,” ujar Presiden Bom’s ini.
Sebagai tokoh budaya, Erizal menceritakan sejak tahun 1970-an, Sapangambei Manoktok Hitei ini sudah melekat pada lambang daerah Kota Pematang Siantar.
“Walaupun secara de facto, tetap ada Sapangambei Manoktok Hitei, namun secara de jure tidak bisa dilakukan. Sehingga belum bisa di-Perda-kan, karena salah satu syaratnya harus ada mars. Dan dengan tertatih-tatih, dapat kami putuskan yang terbaik. Sehingga hal ini, menjadi password agar simbol atau semboyan secara resmi diakui oleh Republik Indonesia, karena tanah kita adalah tanah Sapangambei Manoktok Hitei,” tutupnya.
Pada kesempatan yang sama, Sarmuliadin Sinaga selaku Sekretaris Korps Senior Himapsi dalam sambutannya mengapresiasi dr Susanti yang begitu peduli terhadap pelestarian budaya Simalungun.
Sebagai sosok yang telah lama tinggal di Kota Pematang Siantar, katanya, dr Susanti merupakan seorang suku Simalungun dari Yogyakarta.
“Karena orang Simalungun punya hubungan dengan Kerajaan Singosari. Ibu ini borunya tondong. Dan supaya ibu dr Susanti jadi wali kota, pendampingnya adalah panglima dari Kerajaan Purba bermarga Simarmata. Sehingga ibu ini tetap kuat karena yang mendampinginya seorang panglima,” jelas Sarmuliadin sembari sedikit menceritakan sejarah marga Ginting.
Pada kesempatan ini, Sarmuliadin sangat mengapresiasi kegiatan tersebut karena merupakan sebuah pendekatan budaya. Ia berharap seluruh masyarakat tidak menjadi pendatang di Kota Pematang Siantar, dengan cara melestarikan budaya daerah, yakni budaya Simalungun.
Sarmuliadin juga sempat menyinggung sosok Erizal Ginting, yang dikenal sangat memahami sejarah Kota Pematang Siantar.
“Seluk beluk sejarah Kota Pematang Siantar, Abang ini paham betul, termasuk soal terowongan yang ada di Siantar Hotel. Aku saja tidak tahu,” ujarnya.
Hadir pada kegiatan ini, Plt Kepala Dinas Pariwisata Kota Pematang Siantar Muhammad Hamam Sholeh AP, Kepala Yayasan Museum Simalungun Jomen Purba, Akademisi dan tokoh sejarah Hisarma Saragih, Rohdian Purba selaku Sekretaris Harungguan Purba Simalungun Indonesia (HPSI), Ketua Yayasan Sangnawaluh Evra Saski Damanik, serta para pimpinan perbankan di Kota Pematang Siantar. (*)