Siantar, Lintangnews.com | Terkait pengeluaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Rumah Sakit (RS) dan Universitas Efarina yang telah dikeluarkan Agus Salam selaku Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Pemko Siantar terus bergulir.
Ditemui di kantornya, Rabu (10/6/2020), Agus Salam berdalih surat yang dikeluarkan Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) perihal penjelasan lahan di Kelurahan Bane, Kecamatan Siantar Utara menjadi dasar mereka dalam mengeluarkan IMB.
“Ya kalau soal lokasi yang tak sesuai peruntukkannya, itu gawean Bappeda lah yang lebih tau,” ucapnya.
Disinggung soal adanya pelanggaran Undang-Undang (UU) yang dilakukan dirinya karena mengeluarkan IMB Universitas dan RS Efarina, Agus Salam justru terlihat cuek akan hal itu.
“Kalau itu tergantung orang yang menilail ah. Kalau dibilang belum sesuai Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nomor 1 Tahun 2013, agak sulit lah memang hal ini,” tandasnya.
Sayangnya, Midian Sianturi selaku mantan Kepala Bappeda Pemko Siantar, pihak yang mengeluarkan penjelasan lahan kepada PT Hapoltakan Jaya Mandiri, belum bisa dimintai tanggapan. Hal ini disebabkan nomor teleponnya tak bisa dihubungi.
Terpisah, Daud Simanjuntak anggota DPRD Siantar saat diminta tanggapannya mengaku heran akan sikap dari Agus Salam selaku Kepala DPM PTSP Pemko Siantar.
“Setelah kita pelajari, ternyata pihak perijinan ini mengeluarkan IMB tak sesuai peruntukannya, dan itu dilakukan berulang-ulang,” tutur anggota Fraksi Partai Golkar ini.
Daud menilai, perlu dilakukan inventarisir dimana saja ijin yang dikeluarkan, namun tak sesuai peruntukannya.
“Karena kemarin ada juga IMB perumahan di Kecamatan Siantar Martoba yang dikeluarkan namun tak sesuai peruntukannya. Untuk itu kita minta kejujuran dari Agus Salam, dia tidak memperhitungkan dampak yang diberikan,” ujarnya
Menurut Daud, jika IMB yang dikeluarkan atas dasar ‘uang pelicin’, maka Siantar sedang bahaya karena dengan ambisi pribadi dan berpotensi pada kerusakan lingkungan.
Disinggung soal peran Bappeda dalam mengeluarkan rekomendasi, Daud menuturkan, surat yang dikeluarkan instansi itu pada tanggal 11 Maret 2019 tidak tegas.
“Di satu sisi dinyatakan sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2013, bahwa lokasi itu merupakan kawasan perkebunan. Namun di sisi lain,bseakan-akan membuka peluang yang menyatakan direncanakan direvisi lokasi itu kawasan pemukiman. Itu kan masih rencana,” sebutnya heran.
Dia menegaskan, dalam rapat kerja komisi dengan mitra kerja khususnya Bappeda dalam waktu dekat, selaku Sekretaris Komisi III DPRD Siantar, Daud akan mempertanyakan lebih serius.
“Untuk sanksi yang termuat dalam peraturan perundang-undangan, khususnya penataan ruang harus ditegakkan,” tutupnya. (Elisbet)