Heboh! Pengakuan Mahasiswi Nomensen Siantar Dilecehkan Dosennya

PEMATANGSIANTAR, Lintangnews.com | CP, seorang Mahasiswi di Universitas HKBP Nomensen Kota Pematangsiantar mengaku dilecehkan oleh Dosennya berinisial SS. Pelecehan itu dilakukan dosennya secara verbal sejak Januari 2025 lalu.

Diceritakannya kepada Lintangnews, Selasa (30/09/2025), peristiwa itu bermula percakapan ia dengan SS berkaitan dengan urusan akademik di kantin kampus, berubah menjadi ajakan hubungan spesial yang membuatnya tertekan secara psikologis dan sulit berkonsentrasi dalam belajar.

Setelah kejadian di kantin tersebut, SS kembali menghubunginya melalui WhatsApp dengan alasan akademik. Namun, obrolan beralih ke arah pribadi yang menimbulkan kecurigaan.

Ia pun menolak, tetapi SS justru meminta agar riwayat chat itu dihapus. Karena takut dan segan, Ia menuruti permintaan itu, meski bukti percakapan tersebut tetap menjadi jejak niat buruk SS.

Tekanan terhadapnya semakin berat ketika muncul isu negatif yang menyebutnya sebagai “perempuan simpanan” SS.

Hal ini dipicu oleh perhatian berlebihan SS kepadanya di kelas sehingga mahasiswa lain salah menafsirkan hubungan mereka. Stigma ini semakin menekan psikologisnya, membuatnya merasa terasing, terhimpit, dan kehilangan dukungan dari lingkungan kampus.

Dalam rekaman suara yang berhasil dikumpulkannya sebagai bukti, SS justru membawa percakapan ke ranah pribadi dan intim, jauh dari konteks akademik.

SS menceritakan pengalaman dewasa, statusnya sebagai duda yang menggoda, hingga membicarakan kehidupan janda secara eksplisit.

Tidak berhenti di situ, SS juga mengarahkannya untuk ikut ke tempat wisata dan menginap di hotel. “bagus kalau orang melihat kita seperti bapak dan anak, ” Ucap CP menirukan bahasa SS dalam komunikasi mereka saat itu, sembari menyatakan, semua itu memperlihatkan pola bujuk rayu dan niat yang tidak pantas.

Akhirnya, pada 1 Agustus 2025, Ia mengajukan laporan resmi ke pihak universitas dengan melampirkan bukti rekaman suara. Namun sayangnya, proses klarifikasi berjalan penuh ketidakadilan.

Dinyatakannya, Pihak universitas tampak lebih percaya pada keterangan SS yang menyatakan bahwa dirinya pernah mau diajak jalan-jalan dan diberi uang, meski tanpa bukti konkret.

SS hanya mengandalkan pernyataan bermaterai untuk menarik kepercayaan, sementara bukti autentik rekaman dari CP justru terabaikan.

Ironisnya, bahkan muncul isu miring yang menuduhnya sengaja menjebak SS.

Selain itu, ia juga menghadapi tekanan untuk mencabut laporan dan menyelesaikan kasus secara kekeluargaan tanpa proses hukum yang transparan.

Ia tidak hanya menerima stigma negatif, tetapi juga perlakuan merendahkan dari lingkungan kampus, termasuk beberapa dosen yang memperparah kondisi mentalnya.

Situasi ini membuatnya merasa tidak mendapatkan perlindungan maupun keadilan, meski ia sudah berani melapor.

Tekanan dan stigma yang terus menekan akhirnya membuatnya memilih untuk buka suara di ruang publik. Ia memperjuangkan hak dan martabatnya yang direnggut, sekaligus menolak untuk dibungkam oleh sistem yang dinilai cenderung melindungi pelaku dan menyudutkan korban.

Wakil Rektor II Nomensen Hendra Simanjuntak yang diwawancarai awak media via whatsapp, menyatakan, saat ia sedang berada diluar kota sehingga belum dapat di konfirmasi.

“Tunggu balek ke siantar ya. Kamis ya, ” Tulisnya singkat. (*)