Simalungun, Lintangnews.com | Ada sebuah kisah pilu dialami salah seorang mantan anggota Brigade Mobil (Brimob) berpangkat Brigadir Satu (Briptu) harus dibebastugaskan dari satuannya, karena menderita depresi sepulang dari tugas di Sampit, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Ini dialami Dedi Anwar Damanik yang kini hanya bisa pasrah, dengan kondisinya cukup memprihatinkan. Tamtama angkatan tahun 1999 ini tinggal di rumah orang tuanya, Amin Damanik di Huta II Nagori Margomulyo, Kecamatan Gunung Malela, Kabupaten Simalungun.
Di balik kondisinya yang saat ini mengalami depresi berat, ternyata ada kisah menarik dalam perjalanan karir Dedi selama aktif sebagai anggota Brimob.
Ini terungkap ketika satu angkatannya, Bripka Arifin dari Satuan Kompi 3 Tanjungbalai melakukan tugas BKO pengamanan Pemilihan Pangulu Nagori (Pilpanag) di Kecamatan Gunung Malela, Rabu (15/3/2023).
Arifin menceritakan, bulan Agustus tahun 2000, dirinya bersama Dedi yang saat itu bertugas di Polres Simalungun diberangkatkan ke Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) dalam Operasi Sadar Maleo.
Dikutip dari wikipedia, kerusuhan Poso atau konflik komunal awalnya bermula dari bentrokan kecil antar kelompok pemuda sebelum berkembang menjadi kerusuhan bernuansa agama. Dalam kerusuhan itu tercatat 577 orang korban tewas, 384 terluka, 7.932 unit rumah hancur, serta 510 unit fasilitas umum terbakar atau rusak.
Keduanya dikirim bersama timnya sebanyak 1 pleton untuk meredam suasana di Poso. Arifin dan Dedi ditugaskan ke daerah Malotong Kecamatan Ampana, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulteng. Selanjutnya bergeser ke Morowali merupakan Kabupaten yang baru mekar di Sulteng tahun 2000.
Ini membuat keduanya berpisah. Dedi tetap bertugas di lapangan, sedangkan Arifin mengawal Bupati selama 11 bulan sampai tahun 2001.
Selesai BKO dari Morowali, Dedi diberangkatkan lagi ke Kalteng untuk menjaga kerusuhan di Sampit.
Dikutip dari kompas.com, konflik Sampit adalah kerusuhan antar etnis yang terjadi awal Februari tahun 2001. Konflik ini dimulai di Sampit, yang kemudian meluas ke seluruh Kalteng, termasuk ibu kota Palangka Raya.
Konflik yang terjadi antara Suku Dayak dan warga migran Madura menyebabkan 100 orang meninggal dunia
Selama 2 bulan melaksanakan tugas di Sampit, Dedi kembali ke Asrama Brimob Kedung Halang Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Ternyata sepulangnya dari Sampit, Dedi mengalami depresi berat. Itu terlihat ketika Arifin bersama kawan-kawan menyapa Dedi, dibalas dengan senyuman dan tawa ringan, layakaya orang dalam gangguan mental. Saat itu Dedi tetap bertugas di Satuan Brimob.
Menurut Aifin, perubahan sikap Dedi terjadi karena trauma melihat kasus pembantaian di Sampit kala itu. Karena kondisi Dedi semakin tidak stabil, tahun 2013 lalu dia pensiun dini dari satuan. Dan hanya diberi penghargaan pensiun selama 18 tahun. terhitung mulai tahun 2013.
“Selaku teman seperjuangan, saya berharap pensiun Dedi bersifat permanen, seperti pensiun pada umumnya,” kata Arifin.
Sementara Amin Damanik berharap kepada pemerintah dan Polri agar anaknya anaknya bisa mendapat pensiun permanen. Ini karena gangguan mental yang diderita Dedi terjadi saat menjalankan tugas sebagai anggota Polri.
Semoga kisah pilu dari Dedi itu mendapatkan respon dari Polri, agar mendapat hak yang sama seperti purnawirawan pada umumnya. (Rel)