Simalungun, Lintangnews.com | Sisa dana pleno rekapitulasi di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) yang dilaksanakan bulan Juni 2018 lalu diduga ditilap kian menguat.
Pasalnya, saat pengembalian sisa dana pleno rekapitulasi ke Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Simalungun, ternyata tak semua Bendahara PPK membubuhkan tanda tangan.
“Itu lah salahnya, tak ada ditanda tangani sewaktu pengembalian sisa dana pleno rekapitukasi Pilgubsu 2018,” ungkap salah seorang Ketua PPK, Minggu (19/5/2019).
Bahkan, saat pengembalian dan diserahkan melalui, Susi Yusnita yang kala itu sebagai Bendahara Pilgubsu di Sekretariat KPUD Simalungun tidak dilengkapi berita acara.
“Gak ada berita acara pengembaliannya. Ya, dikembalikan begitu saja ke Sekretariat KPUD Simalungun melalui Bendahara, Susi Yusnita,” sebutnya.
Selain itu, Bendahara PPK tak semua membubuhkan tanda tangan, karena ingin menghindar dari jeratan hukum, manakala sewaktu-waktu terjadi pengusutan terhadap anggaran Pilgubsu.
“Kalau saya tak mau menanda tangani. Takut, siapa tau nanti diusut, jadi terseret-seret dipanggil. Karena, perealisasian anggarannya pun aneh,” ujar salah seorang Bendahara PPK sebelumnya.
Perealisasian aneh yang dimaksud, antara bukti dengan anggaran diterima PPK dari Sekretariat KPUD Simalungun tak sesuai dan terjadi perbedaan.
“Contoh, di bukti perealisasian Rp 25 juta, tapi faktanya gak sampai segitu ke PPK,” beber Bendahara itu sembari meminta namanya dirahasiakan.
Sebelumnya, Susi Yusnita saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (15/5/2019) terkesan mengelak dan berbelit-belit. “Oh. Masalah itu tanya ke pak Sek (Sekretaris KPUD) sajalah,” elaknya sembari membenarkan kala itu ada kelebihan hari pleno.
Ditanya, berapa besar sisa dana pleno dikembalikan setiap PPK dan kenapa harus konfirmasi dengan Sekretaris KPUD, Susi Yusnita mengaku tidak ingat dan kembali berbelit.
“Mana ada. Gak ingat saya kok. Masalahnya itu, kan ada dana kelebihan dan pak Sekretaris yang lebih tau,” ucapnya seraya tersenyum dan tertawa.
Saat kembali ditanya, berapa jumlah PPK yang mengembalikan sisa dana pleno Pilgubsu, Susi Yusnita menyampaikan ada anggaran tersendiri dan tidak mengingatnya.
“Gak ingat lah saya pak. Kalau itu kan ada anggaran tersendiri dan dikembalikan ke negara. Berkasnya di Provinsi dan sudah selesai Pilgubsu,” ujarnya sembari keluar dari ruangannya dan meninggalkan wartawan yang melakukan konfirmasi.
Seperti diketahui, pada Pilgubsu lalu, KPUD Simalungun memperoleh dana hibah sebesar Rp 1,7 miliar dari Pemkab Simalungun dan itu menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumatera Utara.
Sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor : B/LHP/XVIII.Medan/05/2018, KPUD Simalungun selaku penerima dana hibah dari Pemkab Simalungun belum menyampaikan dokumen pertanggung jawaban.
Dana hibah tahun anggaran 2017 kepada KPUD Simalungun itu dilengkapi SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) Nomor : 900/6271/BTL/BANTUAN/2017 tanggal 28 November 2017.
Berdasarkan hasil konfirmasi BPK dengan Bendahara KPUD Simalungun, sebagian dana hibah itu digunakan untuk Pilgubsu 2018.
Hingga pemeriksaan terakhir 4 Mei 2018 dilakukan BPK, ternyata KPUD Simalungun belum juga menyampaikan pertanggung jawaban. Akibatnya, BPK tidak melakukan prosedur pemeriksaan untuk meyakini kewajaran nilai pertanggung jawaban dana hibah.
Diberitakan sebelumnya, potongan sebesar 5 persen terhadap honor KPPS dengan dalih untuk Pajak Pertambahan hasil (PPh) menjadi polemik. Ini karena KPPS tak semua memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Berdasarkan keputusan KPU RI Nomor 1132/PP.02-Kpt/02/KPU/IV/2018 tentang perubahan atas keputusan KPU Nomor 302/PP.02-KPT/02/KPU/IV2018 tentang petunjuk pelaksanaan dan pertanggung jawaban penggunaan anggaran tahapan pemilu 2019 untuk badan penyelenggara pemilu AD HOC di lingkungan KPU, pada halaman 6 poin 7 menyebutkan KPPS dalam negeri berstatus non PNS harus memiliki NPWP dengan contoh (ketua) menerima honor sebesar Rp 550 ribu dan PPh pasal 21 terhutang 5 persen.
Sedangkan mengenai dana packing surat suara sebesar Rp 175 juta diduga tidak direalisasikan. Pasalnya diketahui yang melakukan packing surat suara adalah PPK bersama anggota KPPS dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). (zai)