Taput, Lintangnews.com | Perkara kasus dugaan pelecehan oleh oknum guru Aparatur Sipil Negara (ASN) di SD Negeri 173297 Sigumbang, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) terhadap sejumlah anak didiknya telah memasuki tahap persidangan dan pembacaan tuntutan.
SMN oknum guru yang menjadi terdakwa itu dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Taput di Pengadilan Negeri (PN) Tarutung, Selasa (28/5/2019).
SMN dikenakan Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.
Jumatongam Simamora selaku kuasa hukum SMN, Rabu (29/5/2019) via telepon seluler mengatakan, selain bukti visum tidak ada, bukti-bukti yang diajukan serta keterangan dari saksi-saksi yang dihadirkan korban tidak berkesesuaian dengan perkara.
Dikatakannya, sesuai dengan fakta di persidangan yang melapor hanya 1 orang yaitu MS (12) didampingi ibunya. Sedangkan 3 orang lagi sudah duduk di bangku SMP sebagai saksi.
“Menyangkut barang bukti hanya baju yang diajukan, yaitu baju Pramuka dan baju merah putih itu pun tidak bisa dibuktikan milik siapa,” kata Jumatongam.
Menurutnya, ketika berbicara pelecehan seksual, barang bukti lebih identik apabila diajukan seperti ikat pinggang, celana bahkan celana dalam.
Sedangkan saksi di persidangan menurut Jumatongam berbeda dengan yang disebutkan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Kepolisian
“Saksi yang ada di persidangan 3 orang guru dan 1 orang tua murid, akan tetapi saksi di BAP tidak dihadirkan,” ujar Jumatongam.
Ini belum lagi keterangan dari guru yang menjadi saksi di persidangan yaitu P Siburian, jika tidak ada anaknya yang jadi korban. Disebutkan, guru yang menjadi saksi mengakui kejadian itu diketahui dari Kepala Sekolah (Kepsek) tempat SMN bertugas sebagai guru.
Sementara saat keterangan guru itu dikonfrontir dengan Kepsek, ternyata langsung dibantah dan menolak untuk ikut campur.
Adanya pengakuan korban MS, jika saat jam istirahat dirinya dan temannya dipanggil SMN ke ruangan kelas. Selanjutnya celana korban langsung dibuka dan melakukan pelecehanseksual.
Namun anehnya menurut Jumatongam, ketika pelecehan itu terjadi di pintu kelas terbuka dan temannya tidak melihat kejadian tersebut. Menurutnya dengan rentang waktu jam istirahat sekitar 30 menit dan keadaan pintu terbuka, maka biasanya murid selalu keluar masuk kelas.
“Jadi melihat serta menelaah semua bukti-bukti yang diajukan, serta keterangan saksi-saksi dapat dikatakan tidak berkesesuaian dengan perkara hukum,” sebut Jumatongam.
Dirinya juga menolak dugaan SMN tidak ditahan. Sebab faktanya SMN ditahan selama 20 hari di Kejaksaan dan hal itu bisa dicek di Rumah Tahanan (Rutan) Tarutung.
Sedangkan di Kepolisian tidak ditahan karena masih tahap dakwaan, dan SMN termasuk kooperatif, 2 kali seminggu selalu hadir untuk melapor dengan catatan ada penjamin.
“Jumlah korban sesuai fakta hukum atau persidangan adalah 4 orang, bukan 11 dan juga bukan 7 orang,” tandas Jumatongam mengakhiri. (pembela)