Nursedima Parhusip: Masyarakat Natumingka Jangan Mau Diprovokasi LSM

Nursedima Parhusip.

Toba, Lintangnewscom | Selisih paham mengenai pengakuan tanah adat di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) antara masyarakat Desa Natumingka Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba dengan PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) menarik simpati salah satu tokoh aktivis masyarakat, sekaligus petani yang pernah terprovokasi oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melalui program pendampingan.

“Tidak ada gunanya bentrok antara masyarakat dan perusahaan, sebaiknya bekerja sama dan bermitra, sehingga pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan (Dishut) dapat merekomendasi masyarakat untuk program pengembangan. Karena semua lahan adalah milik negara dan bukan opung kita,” tutur Nursedima kepada sejumlah media, Jumat (4/6/2021).

Nursedima Parhusip adalah masyarakat Dusun II Nagahulambu, Nagori Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun. Wanita berusia 67 tahun ini merupakan satu dari puluhan masyarakat korban dari provokasi salah satu LSM selama belasan tahun.

Nursedima menuturkan, lebih dari 12 tahun dirinya berteman dengan salah satu LSM dimaksud dengan program pendampingan masyarakat menuntut tanah adat. Namun hasilnya tidak pernah ada kejelasan dalam setiap perjuangan. Masyarakat hanya diajak untuk melakukan aksi protes melawan pemerintah dan perusahaan, namun hasilnya tidak pernah ada kejelasan.

“Saya sudah berteman dengan LSM lebih dari cukup, biaya dan waktu sudah terkuras hanya mendengarkan dan mengikuti arahan mereka yang tidak jelas, hasilnya hanya mengelabui masyarakat saja. Menyesal saya mengenal dan ikut program mereka, semuanya hanya membual omong kosong tidak ada hasil sedikitpun. Justru kami sebagai masyarakat dirugikan dengan sumbangan biaya dan waktu,” ungkap Nursedima.

Dengan pengalaman dan perjuangan yang tidak ada artinya, Nursedima mengimbau masyarakat Natumingka untuk tidak terprovokasi dengan pihak ketiga (LSM) dan sengaja dibentrokkan dengan perusahaan. Karena menurutnya, kerugian terbesar malah terjadi pada masyarakat yang menjadi korban, baik secara fisik maupun mental.

Tuntutan pengakuan tanah adat sebaiknya dibicarakan dengan cara perdamaian antara masyarakat, pemerintah dan perusahaan. Karena menurutnya, semua mekanisme itu sudah ada aturan hukum yang diberlakukan negara, dan tidak begitu saja dapat diakui pemerintah.

Menurut, saat ini lebih baik masyarakat saling bekerja sama dengan pemerintah dan perusahaan dalam membangun perkampungan Natumingka.

“Harapan saya kepada masyarakat Natumingka, sebaiknya jangan mau dibentrokkan oleh LSM dengan perusahaan. Saya sudah pernah menjadi korbannya, sebaiknya berdamai saja tidak ada gunanya. Karena sebenarnya kehadiran perusahaan di tengah masyarakat sangat berguna, dalam membantu pembangunan, seperti jalan mendukung pertanian dan perekonomian,” harapnya.

Nursedima dinilai sangat dikenal sebagai aktivis masyarakat yang banyak membantu dan membuat perubahan di kampung kelahirannya. Prinsip hidup wanita tangguh ini sangat sederhana yakni hidup berteman dengan siapapun dan selalu memikirkan kebersamaan untuk kemajuan masyarakat.

Kini lahan pertanian dan perkebunan warga Dusun II Nagahulambu yang berada di wilayah konsesi PT TPL telah menjadi program tumpang sari.

Hasil dari perkebunan seperti pohon aren, jengkol dan lainnya dapat dipanen masyarakat dan mendapatkan dukungan dari pihak perusahaan. Terutama pembangunan jalan di kawasan Dusun Nagahulambu, sangat membantu laju perekonomian masyarakat. (Aldy)