Pembangunan Daerah akan Terhambat Jika Kotak Kosong Menang di Siantar

Siantar, Lintangnews.com | Data terakhir dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, ada 27 daerah yang akan bertanding antara calon versus kotak kosong. Salah satunya Kota Siantar.

Ketua LPPM STIE Sultan Agung yang juga Tim Monev LLDIKTI I, Robert Tua Siregar berpandangan, ini sebuah fenomena menarik dalam femokrasi yang didasari pada Undang-Undang (UU) Pilkada Nomor 10 tahun 2016. Apalagi tren munculnya calon tunggal meningkat dari tahun 2015 ke 2020.

Dijelaskan, dalam pelaksanaan Pilkada dengan calon tunggal melawan kotak kosong juga memiliki kerugian, sekaligus keuntungan.

“Tentunya apa yang kita akan sikapi terhadap fenomena ini? Secara mendasar pembangunan harus dapat berjalan atau berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan masyaraka akibat yang bisa kita lihat jika fenomena kotak kosong’ merajai apa yang terjadi?,” katanya, Selasa (15/9/2020).

Pemegang sertifikat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ini mengatakan, kerugian secara demokrasi Pilkada dengan model seperti itu (calon tunggal) membuat kekuatan legitimasi calon yang menang tidak begitu kuat. Ini karena partai tidak memberi alternatif kepada pemilih untuk pilihan politik. Pastinya ini merugikan untuk secara politik bagi pendidikan politik rakyat.

Robert menuturkan, kekuatan calon tunggal, karena pemerintah daerah bisa dengan cepat mengambil keputusan. Ini karena parlemen dan kepala daerah itu sama. Karena semua partai mendukungnya. Sehingga apa yang dikatakan pemerintah daerah akan cepat disahkan oleh parlemen di daerah.

Proses dan tahapan Pilkada diulang, sehingga calon lain bisa mendaftar, Robert menilai, tentunya hal ini akan merugikan daerah yang akan berpacu dengan pembangunan. Untuk proses ini, pemerintah sementara akan melantik Pj (Penjabat) Kepala Daerah akibat pengulangan Pilkada yang dimenangkan kotak kosong.

“Secara aturan pemerintahan, Pj yang dilantik hanya memiliki kewenangan menjalankan. Namun keputusan pada Gubernur yang memberikan Surat Keputusan (SK) Pj, maka segala keputusan akan tetap dikonsultasikan kepada Gubernur. Tentu hal ini akan memberi kelemahan kepada daerah yang ingin berpacu cepat terhadap proses pembangunan,” terangnya.

Seperti di Pilkada Makassar tahun 2014 lalu, kata Robert, tidak dilakukan langsung, melainkan menunggu Pilkada serentak berikutnya, yaitu Pilkada 2020.

“Itu kelemahan kotak kosong, tetapi juga bagian dari wujud kedaulatan rakyat. Jika kotak kosong yang menang, KPU akan menggelar pemilihan pada Pilkada serentak gelombang berikutnya, yaitu Pilkada 2020,” katanya.

Sementara untuk mengisi kekosongan jabatan di daerah yang dimenangkan kotak kosong itu akan ditunjuk Plt atau penjabat kepala daerah sebagaimana diatur dalam UU Pilkada.

Namun itu menjadi kewenangan pemerintah, sehingga sesuai mekanisme akan menentukan siapa Pelaksana Tugas (Plt) dan berapa lama (menjabat Plt) itu menjadi kewenangan pemerintah.

“Warga boleh kampanyekan calon tunggal versus kotak kosong, tetapi yang perlu kita pahami keberlanjutan pembangunan daerah akan terhambat. Memang satu sisi, hal ini merupakan kehidupan demokrasi dan kritisi terhadap sistem, tetapi mari kita berpikir mana yang lebih baik kita pilih apakah calon tunggal atau kotak/kolom kosong? Dengan segala konsekuensi,” jelas Robert.

Tentu dalam hal ini menjadi tugas berat juga bagi para calon tunggal untuk memberi keyakinan kepada masyarakat tentang program yang akan ditawarkan agar mereka (masyarakat) yakin datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).

“KPU juga memiliki pekerjaan rumah (PR) berat untuk mendatangkan pemilih ke kotak suara agar tingkat partisipasi meningkat dari Pilkada sebelumnya, khususnya di Siantar,” kata Robert.

Untuk itu, pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota harus dapat memberikan keyakinan kepada masyarakat, dengan tawaran program khususnya masa dan setelah pandemi Covid-19 atau Virus Corona terhadap penanganan kesehatan yang terjangkau dan handal, penguatan ekonomi saat ini dan setelah masa Covid-19.

Menurutnya, para pemilih saat ini sudah cerdas akan melihat program tersebut. Untuk itu, penyampaian program calon juga harus tersampaikan kepada masyarakat apakah menggunakan media sosial, media news online, cetak, radio, pengajian, gereja dan lain-lain. Robert harapkan paslon Wali Kota dan Wakil Wali Kota dapat dengan optimal memberikan penyampaian program yang realistis dan dapat di kerjakan.

“Mari kita sukseskan Pilkada serentak 2020 untuk keberlanjutan pembangunan daerah. Karena tujuannya mencari pemimpin yang terbaik, jelas bukan sebuah kerugian. Ekspresi konstitusional warga justru berjalan maksimal karena ada perlawanan yang jelas. Apalagi warga lah yang merasakan pola kepemimpinannya nanti, silahkan kita sikapi,” tandasnya. (Elisbet)