Simalungun, Lintangnews.com | Potensi pengusutan anggaran Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) pada bulan Juni tahun 2018 lalu yang dikelola Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Simalungun semakin menguat.
Sisa dana pleno dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang dikembalikan melalui Bendahara Sekretariat KPUD Simalungun, Susi Yusnita diduga masuk kantung pribadi.
“Sebenarnya bukan sisa dana pleno, tapi ‘belah jengkol’ (bagi dua), makanya tidak saya tandatangani. Pada berita acara disebut untuk 4 hari, direalisasikan 2 hari anggaran,” ungkap seseorang Bendahara PPK Pilgubsu, Kamis (16/5/2019).
Menurutnya, saat dana pleno Kecamatan diserahkan, Susi Yusnita tidak memberikan bukti berupa kwitansi atau berita acara kepada Bendahara PPK (dirinya). Ini karena dirinya enggan menandatangani berita acara bahwa telah menerima dana pleno secara penuh.
“Jelas Susi Yusnita tidak mau memberikan bukti berupa kwitansi atau berita acara kepadaku. Karena gak kutandatangani. Siapa yang mau, dana pleno tertera untuk 4 atau 5 hari. Direalisasikan setengah, atau ‘belah jengkol’,” ungkapnya.
Menurutnya, kemungkinan itu dana beda-beda. Seperti di Kecamatan mereka ada 4 atau 5 hari dana pleno. “Karena, pleno kami pasca Pilgubsu lalu hampir 6 hari. Kalau tak silap, separuh dari dana pleno Kecamatan atau sekira Rp 12.600.000 ada sama Bendahara, Susi Yusnita,” ucapnya.
Terpisah, Susi Yusnita saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (15/5/2019) terkesan mengelak dan berbelit. “Oh. Masalah itu tanya ke pak Sek (Sekretaris KPUD) sajalah,” elaknya sembari membenarkan kala itu ada kelebihan hari pleno.
Ditanya, berapa besar sisa dana pleno dikembalikan setiap PPK dan kenapa harus konfirmasi dengan Sekretaris KPUD, Susi Yusnita mengaku tidak ingat dan kembali berbelit.
“Mana ada. Gak ingat saya kok. Masalahnya itu, kan ada dana kelebihan dan pak Sekretaris yang lebih tau,” ucapnya seraya tersenyum dan tertawa.
Saat kembali ditanya, berapa jumlah PPK yang mengembalikan sisa dana pleno Pilgubsu, Susi Yusnita menyampaikan ada anggaran tersendiri dan tidak mengingatnya.
“Gak ingat lah saya pak. Kalau itu kan ada anggaran tersendiri dan dikembalikan ke negara. Berkasnya di Provinsi dan sudah selesai Pilgubsu,” ujarnya sembari keluar dari ruangannya dan meninggalkan wartawan yang melakukan konfirmasi.
Seperti diketahui, pada Pilgubsu lalu, KPUD Simalungun memperoleh dana hibah sebesar Rp 1,7 miliar dari Pemkab Simalungun dan itu menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumatera Utara.
Sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor : B/LHP/XVIII.Medan/05/2018, KPUD Simalungun selaku penerima dana hibah dari Pemkab Simalungun belum menyampaikan dokumen pertanggung jawaban.
Dana hibah tahun anggaran 2017 kepada KPUD Simalungun itu dilengkapi SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) Nomor : 900/6271/BTL/BANTUAN/2017 tanggal 28 November 2017.
Berdasarkan hasil konfirmasi BPK dengan Bendahara KPUD Simalungun, sebagian dana hibah itu digunakan untuk Pilgubsu 2018.
Hingga pemeriksaan terakhir 4 Mei 2018 dilakukan BPK, ternyata KPUD Simalungun belum juga menyampaikan pertanggung jawaban. Akibatnya, BPK tidak melakukan prosedur pemeriksaan untuk meyakini kewajaran nilai pertanggung jawaban dana hibah.
Diberitakan sebelumnya, potongan sebesar 5 persen terhadap honor KPPS dengan dalih untuk Pajak Pertambahan hasil (PPh) menjadi polemik. Ini karena KPPS tak semua memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Berdasarkan keputusan KPU RI Nomor 1132/PP.02-Kpt/02/KPU/IV/2018 tentang perubahan atas keputusan KPU Nomor 302/PP.02-KPT/02/KPU/IV2018 tentang petunjuk pelaksanaan dan pertanggung jawaban penggunaan anggaran tahapan pemilu 2019 untuk badan penyelenggara pemilu AD HOC di lingkungan KPU, pada halaman 6 poin 7 menyebutkan KPPS dalam negeri berstatus non PNS harus memiliki NPWP dengan contoh (ketua) menerima honor sebesar Rp 550 ribu. dan PPh pasal 21 terhutang 5 persen.
Sedangkan, mengenai dana packing surat suara sebesar Rp 175 juta diduga tidak direalisasikan. Pasalnya diketahui yang melakukan packing surat suara adalah PPK bersama anggota KPPS dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). (zai)