Humbahas, Lintangnews.com | Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) diminta dalam pengambilan keputusan nantinya dalam perkara nomor 72-PKE-DKPP/VII/2020 terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Humbang Hasundutan (Humbahas) dan Sekretaris atas pengaduan Firman Tobing, dengan sanksi seadi-adilnya sesuai kode etik.
Hal itu disebabkan melihat dalil pengadu, sehingga kuat dugan terjadi pelanggaran etika. Ini disampaikan Tofan Ginting, salah satu pengamat hukum alumni dari Universitas Simalungun (USI) melalui sambungan telepon seluler, Jumat (28/8/2020).
Dikatakan Tofan, kesalahan yang dilihat dari dalil pengadu yakni, salah satu pokok aduan adanya penambahan suara, sehingga mengakibatkan perubahan suara setelah hasil rekapitulasi perhitungan yang tertuang dalam berita acara dan sertifikat rekapitulasi.
Menurut Tofan, dalam pedoman perilaku penyelenggara Pemilu, komisioner KPUD Humbahas lalai dalam melakukan kroscek jumlah surat yang diterima. Dia menilai, Komisioner KPUD bekerja dengan tidak tanggungjawab sesuai pasal 16 tentang dalam melaksanakan prinsip akuntabel, penyelenggara pemilu bersikap dan bertindak Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
“Terbukti, dari rekapitulasi perhitungan yang tertuang dalam berita acara, setelah dilakukan penghitungan suara ulang, dari 160 Tempat Pemungutan Suara (TPS), justru mengalami penurunan. Sebelum Pemungutan Suara Ulang (PSU), suara partai di Humbahas tercatat 7.911 suara. Usai PSU di 160 TPS, jumlah perolehan suara partai menjadi turun angka 7.752 suara,” kata Tofan.
Lanjutnya, pada dalil lain, Firman menyebutkan, telah melakukan perjudian di lingkungan kantor KPUD Humbahas dengan menyertakan foto sebagai alat bukti dalil ini.
Dijelaskan Tofan, poin itu kesalahaan kinerja Komisioner dan Sekretaris KPUD sebagai abdi negara. Pasalnya, tidak menunjukkan penyelenggara Pemilu yang baik dan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai abdi negara yang baik. Termasuk tidak melaksanakan fungsi penyelenggara Pemilu seperti dinyatakan oleh pasal pasal 90 ayat 1 huruf c PKPU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Kerja KPU.
Tofan menuturkan, meskipun tidak dalam tahapan Pemilu, pasal 90 ayat 2 huruf C PKPU menyebutkan, penyelenggara Pemilu menjaga sikap dan tindakan agar tidak merendahkan integritas pribadi dengan menjauhkan diri dari perselingkungan, penyalahgunaan narkoba, berjudi, menipu, minuman keras, tindak kekerasan, tindakan kekerasan seksual dan tindakan lainnya yang dilarang oleh kentuan peraturan perundang-undangan.
“Jadi patut kita duga merupakan pelanggaran pasal 90 dan ini mengundang reaksi negative, sehingga bisa menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada penyelenggara Pemilu,” ujar Tofan.
Untuk itu, Tofan berharap, dalam keputusan DKPP sudah selayaknya dengan tegas memutuskan, Komisioner bersama Sekretaris KPUD Humbahas telah melanggar kode etika dan pedoman perilaku sebagai penyelenggara Pemilu.
Terpisah, Ketua KPUD Humbahas, Binsar Pardamean Sihombing mengatakan, apa yang telah disampaikan pengadu, pihaknya menolak karena tidak benar. “Kita tolak, intinya tidak melanggar kode etik,” tegas Binsar.
Disinggung, jika keputusan DKPP nantinya ada pelanggaran, Binsar mengaku menerima dan tidak melakukan banding. “ Kita terima saja,” ucapnya singkat.
Perlu diketahui, pokok aduan yang disebutkan Firman, pertama adanya dugaan penambahaan suara oleh Binsar Pardamean Sihombing (teradu V) yang mengakibatkan berubahnya hasil rekapitulasi perhitungan dalam berita acara maupun sertifikat rekapitulasi.
Kedua, Binsar sebagai teradu I, Voker teradu ke III, Belta sebagai teradu IV dan Nipson Lumbangaol sebagai Sekretaris sebagai teradu VI telah melakukan perjudian di lingkungan kantor KPUD Humbahas.
Ketiga, Binsar sebagai teradu I, Belta sebagai teradu IV dan Enixon sebagai V melakukan hal yang kurang pantas dalam sebua acara resmi. Yakni, teradu IV (Belta) dan teradu V (Enixon) hanya memakai kaos dalam acara resmi yaitu pelantikan dan pengambilan sumpah PAW PPK Kecamatan Baktiraja. Dan, teradu I (Binsar) pada 14 Februari 2019 memakai kaos saat memimpin rapat koordinasi penyusunan DPK tahap 2 dan DPTB.
Disinggung etika dalam memakai kaos dan masalah judi, Binsar mengakui, masalah pemakaian kaos pada komisioner tidak ada diatur pada kode etik sebagai penyelenggara Pemilu. “ Soal kode etik itukan diatur dan tidak ada disitu. Silahkan saja dicari pasal berapa kode etiknya kami,” kata Binsar.
Sama halnya juga terkait masalah bermain judi. Menurut Binsar, apa yang dituduhkan Firman sebagai pengadu di DKPP pada mereka bukan sedang bermain judi melainkan bermain kartu. “Menurut kita tidak melanggar kode etik. Dan itu tidak benar dan tidak permainan judi hanya bermain kartu,” ucapnya.
Disinggung, defenisi bermain judi dengan bermain kartu, Binsar malah enggan menjelaskan. “ Tidak perlu kami jelaskan apa defenisi judi. Yang jelas kami bermain kartu,” ucapnya.
Sementara Nipson Lumbangaol mengaku, terkait dalil pengaduan pada dirinya masalah judi tidak lah mendasar. Menurutnya, apa yang disampaikan Firman dengan melampirkan foto sebagai alat bukti merupakan rekayasa digital.
Dijelaskannya, apa yang mereka lakukan pada saat itu bukan pada saat di kantor KPUD. Melainkan di luar kantor KPUD. Kemudian, yang mereka lakukan bukannya bermain judi melainkan bermain kartu.
“Kalau itu tidak ada bermain judi, tetapi bermain kartu. Itu kan mainan, siapa yang melarang bermain game,” sambungnya.
Dikatakan Nipson, yang dilakukan dirinya saat itu tanpa mengingat di warung mana, bukan pelanggaran kode etik. Menurutnya, yang dilakukan saat itu sedang bermain kartu, bukan bermain judi.
“Itu kan bermain kartu, bukan bermain judi dan menurut kita tidak melanggar kode etik. Karena permainan ini ibarat permainan olahraga, ada gamesnya,” ucapnya. (DS)