Siantar, Lintangnews.com | Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Siantar belum juga mendapatkan kepastian terkait waktu pelaksanaanya.
Berdasarkan informasi dari KPUD Kota Siantar dengan landasan surat dari KPU RI bahwa Siantar akan tetap melaksanakan Pilkada pada tahun 2020 serentak dengan 23 daerah di Sumatera Utara dan 270 daerah di Indonesia.
Di lain pihak, Pemko Siantar menginformasikan, bahwa Siantar akan melaksanakan Pilkada pada tahun 2024 dengan berdasarkan surat balasan dari Dirjen Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) tertanggal 10 April 2019. Ini menanggapi surat yang sebelumnya dilayangkan Pemko Siantar kepada Kemendagri.
Alhasil dengan berdasarkan surat yang diterima masing-masing pihak, KPUD dan Pemko Siantar merasa mempunyai jadwal Pilkada masing-masing.
Tak pelak ketidakpastian ini menimbulkan banyak perspektif dan isu yang merebak baik di kalangan pemerhati maupun masyarakat umumnya di Siantar.
Hal ini disampaikan Ali Yusuf Siregar selaku Ketua Forum Studi Analisa Kebijakan Publik dalam pernyataan tertulisnya pada awak media, Selasa (11/6/2019).
Ia mendorong adanya upaya titik temu di antara KPUD dan Pemko Siantar, serta meminta DPRD Siantar untuk proaktif mencari solusi terkait permasalahan ini.
“Kami meminta KPUD Siantar dan Pemko Siantar untuk segera melakukan upaya mencari solusi secara bersama-sama terkait kepastian jadwal Pilkada. Jangan lagi ada ego pada masing-masing pihak untuk enggan berkoordinasi. Sebab awal mula permasalahan ini pun dikarenakan adanya koordinasi dan pertukaran informasi yang gagal diantara kedua belah pihak,” paparnya.
Pihaknya juga meminta DPRD agar berupaya proaktif untuk turut mencari solusi terkait permasalahan ini. “Jangan kemudian memilih diam dan menganggap ini bukan bagian daripada tugasnya sebagai wakil rakyat,” ucap Ali Yusuf.
Dirinya menduga, Pemko Siantar telah mengupayakan agar Pilkada Serentak tahun 2020 tidak terlaksana. Ali Yusuf menyarankan agar Pemko Siantar menghentikan upayanya tersebut. Karena menurutnya, tidak ada keistimewaan Siantar dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.
“Sebab surat dari KPUD awalnya untuk berkoordinasi terkait anggaran Pilkada dengan Pemko Siantar. Ini ditindaklanjuti dengan menyurati Kemendagri yang berbalas dengan penundaan Pilkada hingga tahun 2024,” sebutnya.
Ali Yusuf menilai, tidak ada korelasi antara surat KPUD dengan surat yang diterima Pemko Siantar dari Kemendagri. Karena surat KPUD berbicara soal anggaran yang seharusnya koordinasi Pemko Siantar adalah hal yang sama terhadap Kemendagri. Namun balasannya bukan terkait anggaran malah terkait penundaan.
“Wali Kota yang memimpin Siantar saat ini adalah hasil dari Pilkada Serentak tahun 2015, meskipun tertunda disebabkan banyak sengketa dan gugatan dari calon kontestan,” paparnya.
Menurutnya, hal yang hampir sama sebenarnya terjadi di Kabupaten Simalungun. Namun dapat dilihat, tahun 2020 Kabupaten Simalungun akan melaksanakan Pilkada Serentak bersama dengan daerah lainnya.
Ali Yusuf meminta agar semua pihak mampu berpikir bijaksana dalam menyikapi polemik ini, terlebih apabila Pilkada akan dilaksanakan tahun 2024, maka Siantar akan dipimpin Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota yang ditunjuk oleh Gubernur Sumatera Utara (Gubsu).
Ia juga menyarankan, bagi pihak yang memang merasa mempunyai peluang untuk menjadi Wali Kota Siantar agar ikut berkompetisi di Pilkada Serentak tahun 2020.
“Jika Pilkada dilaksanakan tahun 2024, artinya Siantar akan dipimpin Plt Wali Kota selama 2 tahun. Ini merupakan kerugian besar bagi Siantar, sebab kewenangan dan kebijakan yang dapat diambil Plt akan terbatasi aturan yang hanya akan disesuaikan dengan tugasnya. Jadi kami harapkan kebijaksanaan semua pihak di agar upaya penundaan Pilkada hingga tahun 2024 dapat batal dan mendorong tetap pada tahun 2020,” katanya mengakhiri. (rel)