Siantar, Lintangnews.com | Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Siantar saat ini menjadi polemik ditengah-tengah masyarakat, sehingga diharapkan ada aturan khusus yang mengatur.
Hal ini terungkap dalam diskusi Mata Publik dengan tema ‘Polemik Pilkada Siantar’, bertempat di kampus Universitas Simalungun (USI) Jalan Sisingamangaraja, Kamis (20/6/2019).
Narasumber dalam diskusi itu, Daniel Dolok Sibarani selaku Ketua KPUD Siantar, Mangasi Purba mantan Ketua KPUD Siantar, Muldri Pasaribu Akademisi dari USI dan Pranoto alumni Fakultas Hukum USI.
Mangasi Purba dalam pemaparannya menyampaikan, Hefriansyah sebagai Wali Kota Siantar merupakan hasil Pilkada 2016, karena sempat tertunda pada tahun 2015.
Menurutnya, KPUD Siantar wajar melakukan kordinasi kepada Pemko Siantar setahun sebelum Pilkada terkait penyusunan anggaran.
“KPU RI dalam mengeluarkan surat terkait daftar daerah yang masuk di Pilkada tahun 2015 termasuk Kota Siantar pastinya memiliki dasar yang kuat,” ujarnya.
Mangasi mengungkapkan, ada revisi terbatas dalam Undang-Undang (UU) atau Peraturan Presiden (Perpres) berkaitan dengan Pilkada Siantar jika misalnya dilaksanakan tahun 2020.
“Ada perdebatan memang dalam Undang-Undang Pilkada dan UU Pemerintah Daerah, sehingga Siantar butuh aturan khusus jika Pilkada dilakukan tahun 2020 ” tandasnya.
Sementara itu, Daniel Dolok Sibarani menyampaikan, pihaknya dalam menyampaikan Pilkada Siantar masuk di tahun 2020 telah berdasarkan prosedur, bukan suka atau tidak suka.
“Harapan sebenarnya, surat kita sebelumnya yang dilayangkan ke Pemko Siantar cepat direspon dengan melampirkan surat Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri),” tutur Daniel.
Diakuinya, Pemko Siantar memiliki dasar kuat dengan lahirnya surat Kemendagri sebagai pemerintah atasan.
“Harapan kita, Kemendagri dan KPU RI berkoordinasi secara cepat untuk kepastian Pilkada Siantar,” tandasnya sembari sampaikan harapan adanya aturan khusus mengenai Pilkada Siantar karena rawan gugatan.
Sementara Muldri Pasaribu menuturkan, dalam Pilkada Siantar ada 2 institusi yang terlibat yakni Kemendagri dan KPU RI.
Disampaikan, dalam UU Nomor 23 Tahun 2014, masa jabatan Wali Kota selama 5 tahun semenjak dilantik. Dengan UU ini, Hefriansyah habis masa jabatannya pada tahun 2022.
“Sehingga kalau misalnya terjadi pemilihan tahun 2020, maka yang menang akan dilantik pada tahun 2022, padahal Pilkada Serentak juga akan dilakukan pada tahun 2024. Apa akibatnya jika dilakukan pada tahun 2020, apa kepastian hukumnya,” cecar Daniel.
Pranoto dalam pemaparannya berharap, seluruh pihak mampu menahan diri menunggu kepastian Pilkada Siantar.
“Biarkan Mendagri dan KPU RI memutuskan waktu Pilkada Siantar, dan masyarakat menunggu jadwal penetapan. Ini agar tak terjadi polemik ditengah-tengah masyarakat Siantar,” tutup Pranoto. (elisbet)