Kolom Kosong Selamatkan Demokrasi di Pilkada Serentak

Siantar, Lintangnews.com | Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Siantar hanya diikuti satu pasangan Bakal Calon (Balon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota, Asner Silalahi-Susanti Dewayani.

Terkait hal itu, kemudian muncul gerakan memilih kolom kosong atau biasa disebut kotak kosong.
Seperti diketahui pada Pilkada Serentak tahun 2020 terjadi peningkatan calon tunggal. Dari 270 daerah yang melakukan Pilkada, sebanyak 25 daerah berpotensi diikuti calon tunggal.

Mangasi Purba selaku Tim Pemenangan Pasangan Calon Asner dan Susanti (Pasti) berpandangan kolom kosong yang akan berhadapan dengan calon tunggal di Pilkada Siantar justru menjadi jembatan yang menyelamatkan demokrasi. Dijelaskannya, setiap warga negara memiliki hak konstitusi yakni memilih dan dipilih.

“Ketika calon tunggal langsung ditetapkan sebagai kepala daerah karena hanya sepasang, maka disitulah terjadi ‘pembunuhan’ terhadap demokrasi, karena hak warga negara yakni hak memilih menjadi hilang. Kolom kosong adalah sebagai bentuk penyelamatan terhadap demokrasi itu sendiri, untuk melindungi hak memilih warga negara,” tutur Mangasi dalam diskusi yang digelar Komunitas Mata Publik dengan mengusung tema ‘Sengkarut Pilkada Siantar Calon Tunggal Vs Kolom Kosong’, Sabtu (19/9/2020).

“Justru fenomena calon tunggal dan pilihan memilih kolom kosong adalah bentuk penyelamatan demokrasi di masa Pilkada, karena masyarakat diberi kesempatan dipilih atau pun menentukan pilihannya,” tambah Mangasi

Ia mengatakan, lahirnya calon tunggal di Siantar merupakan sebuah kenyataan dari proses penjaringan hingga masa pendaftaran oleh KPUD setempat.

“Jadi hal ini sudah melalui tahapan panjang dengan melihat sosok yang ideal untuk memimpin. Jika pun pada akhirnya hanya satu pasangan calon di Siantar, masyarakat juga lah yang akhirnya menentukan pilihannya,” terang mantan Ketua KPUD Siantar ini.

Diskusi diisi sejumlah narasumber diantaranya, Ketua Bawaslu Siantar, Muhammad Syahfii Siregar, Pengamat Politik, Robin Samosir, pemilih pro kolom kosong, Pdt Horas Sianturi, akdemisi Universitas Simalungun (USI), Sarles Gultom, perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Imran Nasution, Koordinator GPA Al-Washliyah Sumatera Utara, Muliadi Saibul dan Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Siantar-Simalungun, May Luther Dewanto Sinaga.

Akademisi Fakultas Hukum USI, Sarles Gultom mengatakan, fenomena calon tunggal disebabkan beberapa hal seperti kegagalan partai politik (parpol) mencetak para kader dan mahalnya mahar politik yang harus dikeluarkan kandidat calon.

Meski dibenarkan secara konstitusi, Sarles berpandangan adanya calon tunggal yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 perlu direvisi, karena sejatinya Pilkada merupakan kontestasi yang menghadirkan beberapa calon, bukan sebaliknya pertarungan antara paslon dengan kotak kosong.

“Secara konstitusi tidak ada yang salah, namun calon tunggal tentu tidak menawarkan pilihan alternatif kepada masyarakat. Untuk itu kedepannya pintu masuk yang memungkinkan adanya calon tunggal perlu ditinjau kembali agar tidak menghilangkan kontestasi,” tutur Sarles.

Melawan kolom kosong, disebut pasangan memang tidak menjamin Asner-Susanti terpilih dalam ‘pertarungan’ 9 Desember 2020 mendatang.

Kemenangan kolom kosong melawan calon tunggal sebelumnya juga pernah terjadi di Pilkada Makasar. Namun hal itu menurut Koordinator GPA Al-Washliyah, Muliadi Saibul justru merugikan masyarakat Siantar nantinya.

“Ya, kalau ada yang memilih kolom kosong itu demokrasi juga. Namun tentu merugikan masyarakat. Karena nantinya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Gubernur yang akan menunjuk Wali Kota pengganti. Masyarakat Siantar yang rugi. Saya kira masyarakat harus cerdas menentukan pilihan,” sebut Muliadi.

Fenomena calon tunggal di Siantar memang berbeda, sebab pasangan Asner-Susanti mendapat seluruh rekomendasi partai yang memiliki 30 kursi di DPRD. Hal itu dikatakan Ketua Bawaslu Siantar, M Syahfii Siregar.

Selain itu tambah Syahfii sosialisasi memenangkan kolom kosong memang tidak diatur secara mendetail dalam Peraturan PKPU dan peraturan perundang-undangan soal tim kampanye kotak kosong.

“Ada kekosongan regulasi kita dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk kebebasan berpendapat dalam rangka kontestasi dengan kotak kosong ini dan keberadaan calon kepala daerah tunggal tetap sah secara konstitusional,” ujar Syahfii.

Namun demikian, memilih kotak kosong di daerah dengan paslon tunggal juga menjadi hak pemilih, selama tidak melakukan kampanye hitam atau politik transaksional.

“Lebih tepatnya bukan kampanye, namun sosialisasi untuk memilih kolom kosong. Karena kalau kampanye harus ada tim pemenangannya. Namun secara demokrasi hal itu merupakan kebebasan,” tutupnya.

Diskusi yang berlangsung beberapa jam ini, berlangsung serius namun santai, dimoderatori seorang jurnalis muda, Anugerah Nasution. (Elisbet)

.