Siantar, Lintangnews.com | Di tengah pandemi Covid-19 atau Virus Corona, disayangkan Aparat Penegak Hukum (APH) mencoba bermain-main dalam penanganan hukum.
Dalam hal ini, disebut beredar luas di kalangan masyarakat, jika Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Siantar diduga mematok 2 sampai 2,5 persen setiap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Hal ini disebut melatarbelakangi kenapa laporan pengaduan LSM Macan Habonaron tidak ditanggapi walaupun telah diterima pada bulan April yang lalu.
“Saya sudah konfirmasi langsung kepada Herrus Batubara sebagai Kajari Siantar dan dia membantahnya,” sebut Jansen Napitu sebagai Ketua LSM Macan Habonaron saat ditemui di kantornya, Kamis (6/8/2020).
Menurut Jansen, jika soal fee 2 sampai 2,5 persen setiap proyek tidak benar, maka seharusnya laporan pihaknya ditindaklanjuti.
“Artinya, sudah 5 bulan laporan tidak digubris. Ini kan jadi tanda tanya bagi kita kenapa tidak dilanjuti laporan itu,” ujarnya.
Sambungnya, pihaknya akan membuat laporan pengawasan di Kejaksaan Agung (Kejagung), jika laporan di Kejari Siantar tidak digubris.
“Jangan hanya Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Posma Sitorus yang diproses, laporan kita kenapa dibiarkan,” kata Jansen.
Lanjutnya, perlu ketegasan dari Kejari Siantar agar laporan itu ditindak lanjuti terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adanya kerugian negara sebesar Rp 11 miliar lebih di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (PRKP).
“Kita menantang Kejari Siantar agar segera membentuk tim untuk memeriksa Reinward Simanjuntak selaku Kepala Dinas PUPR. Kita beri waktu seminggu ini. Agar dugaan-dugaan yang beredar terbantah dengan sendirinya,” tandasnya.
Terpisah, Kajari Herrus Batubara saat dikonfirmasi terkait laporan LSM Macan Habonaron menuturkan, pihaknya sedang pilah-pilah mana yang lebih prioritas.
“Sabar dulu pak, karena sedang pilah-pilah mana yang lebih prioritas, karena banyak juga laporan dan hasil temuan kita. Jadi harap bersabar, karena kita sedang kerjakan yang lain,” pungkasnya. (Elisbet)