Ngatini, Janda Miskin di Batubara yang Terabaikan Program Bantuan Pemerintah

Batubara, Lintangnews.com | Ngatini (60) warga Dusun 04 Desa Lubuk Cuik, Kecamatan Limapuluh Pesisir, Kabupaten Batubara, seorang janda dengan 2 orang anak yang masih sekolah dan tinggal di rumah kecil dan tua.

Kesehariannya Ngatini bertahan hidup dengan kerja mocok-mocok di sawah milik tetangganya, jika pun ada yang membutuhkan tenaganya. Itu pun tidak setiap hari ada yang membutuh tenaganya.

Ini lah yang membuat Ngatini hanya hidup pas-pasan. Bahkan terkadang sering juga harus mengutang ke tetangganya. Apalagi Ngatini masih ada beban 2 orang anak yang masih sekolah di SMA dan MTs.

Ketika lintangnews.com menyambangi Ngatini ke rumahnya, Selasa (12/5/2020) dan bertemu langsung ketika dirinya baru pulang dari kerja mengupah di sawah warga.

Ngatini menuturkan, setahun yang lalu dirinya masih sempat mendapat bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Namun sudah 3 periode pencairan, dirinya sudah tidak ada menerima bantuan dari PKH tersebut.

“Sudah pernah menanyakan hal ini pada Ketua Kelompok PKH mengapa saya tidak mendapat bantuan PKH lagi. Jawaban dari Ketua Kelompok, hal ini sudah dilaporkan ke pendamping PKH tingkat atasannya. Namun sampai saat ini belum ada hasilnya,” sebut Ngatini.

Dari pengamatan lintangnews.com, ada juga hal yang tidak biasanya dibandingkan dengan Desa lain di Batubara. Contohnya tidak adanya stiker bertuliskan ‘Bantuan Bansos Warga Miskin’ di rumah-rumah yang mendapat program PKH di Desa Lubuk Cuik. “Saya tidak ada didata ulang di awal tahun 2020 ini,” ungkap Ngatini.

Ngatini pun bermohon dimasukkan lagi ke dalam Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari bantuan sosial (bansos) itu untuk membantunya, apalagi dirinya masih ada 2 anaknya yang bersekolah.

Hamdani Batubara selaku Koordinator Daerah Lembaga Tinggi Komando Pengendalian Stabilitas Ketahanan Nasional Pers Informasi Negara-RI (PIN RI) menyayangkan kebijakan pemerintah sepertinya koordinasi dari tingkat Desa sampai ke pusat kurang akurat atau selalu masih ada yang tidak tepat sasaran dalam pendataan.

“Ini terakhir memicu kecemburuan sosial dan keributan di tingkat Desa. Selalunya mereka saling melempar kesalahan antara perangkat Desa dan Dinas Sosial (Dinsos),” pungkasnya. (Wellas)