Pentingnya CKIB dalam Jaminan Kesehatan

Mulana Sari Saragih SSi, MSi.

Oleh : Mulana Sari Saragih SSi, MSi.

Dalam rangka menghadapi globalisasi perdagangan saat ini, setiap komoditas perikanan yang akan diekspor wajib memenuhi persyaratan standar mutu negara tujuan, seperti ikan harus bebas Penyakit Ikan Karantina (PIK) tertentu.

Selain itu, Unit Usaha Pembudidayaan Ikan (UUPI) menerapkan prinsip-prinsip biosekuriti, serta memiliki data kesehatan ikan yang tertelusur, yang dapat ditelusuri riwayatnya.

Dalam menghadapi tuntutan terhadap kesehatan dan kualitas ikan yang diperdagangkan baik untuk tujuan ekspor, impor dan antar area di dalam negeri, sejak tahun 2015, Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) melalui Pusat Karantina Ikan (Puskari) telah mengembangkan Cara Karantina Ikan yang Baik (CKIB).

Ini berisikan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang digunakan untuk memastikan bahwa semua tindakan dan penggunaan fasilitas Instalasi Karantina Ikan dilakukan secara efektif, konsisten, sistematis dan memenuhi standar biosekuriti untuk menjamin kesehatan ikan dan memiliki data kesehatan yang dapat ditelusuri riwayatnya.

Di wilayah Sumatera Utara sendiri saat ini masih ada UUPI yang belum menerapkan CKIB dalam unit usaha budidaya mereka. Hal ini disebabkan karena pembudidaya ikan hanya melihat dari sisi kondisi budidaya yang tidak jauh berbeda, baik dengan menerapkan atau tidak menerapkan CKIB.

Padahal tujuan penerapan CKIB itu sendiri untuk mendorong UUPI melaksanakan manajemen kesehatan ikan yang baik dengan menerapkan prinsip-prinsip biosekuriti pada setiap tahapan produksi budidaya.

Dengan adanya penerapan CKIB maka pencatatan/pendokumentasian kegiatan harus dilakukan selama proses produksi hingga distribusi secara konsisten dan Terus menerus melakukan perbaikan terhadap sistem mutu tersebut. Dengan demikian, daya saing komuditas perikanan yang di ekspor akan meningkat.

Diharapkan melalui CKB ini komoditas perikanan dapat memenuhi jaminan kesehatan, sehingga daya saing komoditas yang diekspor dapat meningkat. Terakhir, untuk kegiatan impor dan antar area di dalam negeri, CKIB diharapkan dapat memberikan jaminan kesehatan ikan yang dimasukkan dan di lalu lintas antar area, dalam rangka melindungi sumber daya ikan dari serangan hama dan penyakit ikan yang dibawa dari luar.

Bagi UUPI yang tidak menerapkan CKIB, tidak akan mendapatkan informasi terkait tentang status kesehatan ikan, manajemen resiko penyakit, evaluasi dan analisis implementasi biosekuriti. Sedangkan untuk UUPI yang telah menerapkan CKIB, dapat menunjukkan bukti hasil perikanan yang diproduksi berkualitas sesuai dengan persyaratan konsumen.

Penerapan CKIB ini selain didorong oleh tren tuntutan konsumen global untuk mengkonsumsi produk yang berasal dari sistem produksi yang memenuhi unsur-unsur safety dan sustainable, juga didorong oleh tingginya tingkat kematian dan rendahnya laju pertumbuhan akibat infeksi mikroorganisme patogen.

Selain hal tersebut, penerapan biosekuriti juga dilakukan karena dapat mencegah peluang masuknya penyakit, meminimalisasi penyebaran penyakit ke area lain, meningkatkan dan menjaga status kesehatan ikan dan melindungi manusia dari penyakit zoonosis ataupun keamanan pangan.

Hingga saat ini, biosekuriti merupakan metode terpadu yang paling efektif dalam mengontrol penyakit ikan. Pencegahan terhadap penyakit seperti bakteri, virus dan jamur atau parasit yang membahayakan ikan dilaksanakan berdasarkan penyebab penyakit dan bagaimana efeknya pada ikan..

Oleh karena itu, dalam hal penerapan CKIB, prinsip-prinsip biosekuriti harus diaplikasikan sangat luas dan hal ini mencakup berbagai komponen yang meliputi tindakan pencegahan, pengendalian dan pemusnahan berbagai penyakit serta berbagai tindakan untuk menjaga kesehatan manusia sebagai pengelola produksi, hewan dan lingkungan.

Dalam konteks lingkungan, penerapan biosekuriti juga dilakukan untuk mencegah lolosnya ikan budidaya ke lingkungan sekitar produksi ini dipandang sangat penting sebagai salah satu faktor penentu keberlanjutan produksi. Hal ini akan memberikan rasa aman terhadap ikan masuk, sumber air, status kesehatan, peralatan dan sarana prasarana (transportasi, kendaraan) serta resiko vector (hewan dan manusia). (***)