Simalungun, Lintangnews.com | Berdalih agar sisa pinjaman daerah Pemkab Simalungun tahun 2018 kurang lebih sebesar Rp 20 miliar cair dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), rekanan (pihak ketiga) yang mengerjakan sejumlah proyek peningkatan jalan di beberapa Kecamatan mengaku diminta sebesar 1 persen.
“Satu persen dari pagu diminta sama rekanan. Alasan, untuk biaya berangkat ke Jakarta mencairkan sisa pinjaman dari PT SMI,” ungkap seorang rekanan melalui sambungan seluler, Senin (10/6/2019).
Permintaan itu diketahui rekanan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPPR (Pekerjaan Umum, Perumahan, Penataan Ruang) dan Pengairan Simalungun selaku penyelenggara proyek.
“Taunya dari PPK di PU. Contoh, kalau 1 persen diminta sama rekanan dari pagu proyek Rp 30 miliar. Berarti sebesar Rp 30 juta,” jelasnya.
Namun, sejauh ini, belum diketahui secara pasti, apakah para rekanan telah memberikan sebesar 1 persen itu untuk biaya keberangkatan ke PT SMI di Jakarta.
“Belum tau, entah sudah ada yang ngasih. Tapi, sama rekanan diminta 1 persen dari pagu,” katanya, seraya meminta namanya dirahasiakan.
Sementara, Kepala Dinas PUPPR dan Pengairan Simalungun, Benni Saragih saat coba dihubungi melalui sambungan telepon tak ada jawaban.
Sebelumnya, Benni Saragih saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (15/5/2019) menjelaskan ada 7 paket. “Perusahaannya pun beda-beda. Ada 7 perusahaan yang mengerjakan,” jelas Benny sembari membenarkan belum semuanya dibayarkan.
Hal itu diungkapkan Benni, sekaligus mengenai proyek pembangunan pagar RSUD Tuan Rondahaim yang mangkrak dan menelan biaya Rp 1,8 miliar lebih bersumber dari APBD 2018.
Benny mengaku, Dinas PUPPR Simalungun belum mampu untuk membayar kepada Leo Manurung selaku pihak ketiga (rekanan) dengan dalih tak ada uang.
“Karena, mereka (rekanan) menagih gak bisa langsung kita bayarkan. Gak ada duit (uang). Kalau yang memblack list dinas. Sementara, kita tak bisa memberikan kewajiban kepada mereka,” jelas Benni.
Selain itu, mengenai CV Shalsabillah Utari merupakan perusahaan yang digunakan Leo Manurung, belum diblack list karena saat ditagih tak bisa dibayar dinas.
“Ya kalau dari dinas yang penting diselesaikan sama rekanan dan kita tidak bisa mengapain (menindak) mereka karena gak ada duit untuk membayarnya,” ucap Benni seraya membenarkan telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Diberitakan sebelumnya, rekanan curiga, sisa dana pinjaman dari PT SMI digunakan bayar hutang, JR Saragih pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) bulan Juni 2018. “Coba tanyakan lagi. Iya, informasinya, dipakai untuk bayar hutang, JR waktu Pilgubsu itu,” ucap salah seorang rekanan.
Diketahui, beberapa proyek peningkatan jalan memakai dana pinjaman daerah dari PT SMI berlokasi di Kecamatan Hutabayu Raja tepatnya jurusan Pokkan Baru menuju Hutabayu da Boluk, Nagori Laras menuju Pematang Bandar dan jurusan Simarimbun-Sidamanik.
Kemudian, untuk peningkatan jalan jurusan Pokan Baru-Hutabayu dan Boluk menelan biaya sebesar Rp 28 miliar lebih dan dikerjakan PT Duta Sumatera Perkasa. Selanjutnya, peningkatan jalan jurusan Laras-Pematang Bandar menelan biaya dengan volume 6.193 meter kali 5 meter menelan biaya sebesar Rp 23 miliar.
Selain itu, proyek peningkatan jalan menggunakan pinjaman daerah tersebut dikawal dan didampingi Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D).
Didampingi TP4D Kejari Simalungun, PPK Proyek RSUD Rondahaim Kangkangi Perpres
PPK proyek pembangunan pagar dan gapura RSUD Tuan Rondahaim di kompleks Organisasi Perangkat Dinas (OPD) Pemkab Simalungun, Agus Situmorang diduga mengkangkangi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 pasal 13.
Mengacu pada Perpres itu, PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani kontrak dengan penyedia barang/jasa, apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran, sehingga mengakibatkan dilampauinya batas anggaran.
Namun faktanya, proyek senilai Rp 1.874.858.580 bersumber dari APBD Simalungun Tahun Anggaran (TA) 2018 itu ditenderkan. Dan nomor kontrak kegiatan itu, 03.2/PPK.AS.Tender-APBD/DPUPR-2018 serta Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) 30 Agustus 2018.
Akibatnya, CV Shalsabillah Utari, beralamat di Kabupaten Batubara selaku pelaksana kegiatan tidak menyelesaikan pengerjaan 100 persennya dengan tepat waktu. Meski masa kegiatan tersebut sebanyak 110 hari kalender.
Indikasi itu juga dibenarkan Kepala Dinas PUPPR, Benni Saragih sebelumnya. Sehingga dirinya tidak sependapat dengan saran dari Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Simalungun, Robinson Sihombing agar PPK melakukan black list terhadap kegiatan tersebut.
“Karena, mereka (rekanan) menagih gak bisa langsung kita bayarkan. Gak ada duit. Kalau yang memblack list memang benar adalah dinas. Sementara, kita tak bisa memberikan kewajiban kepada mereka,” ucap Benni. (zai)