Ini Tanggapan Pj Sekda Soal Usulan Pemberhentian Wali Kota Siantar

Siantar, Lintangnews.com | Terkait usulan DPRD Siantar dalam pemberhentian Wali Kota, Hefriansyah, Pj Sekretaris Daerah (Sekda), Kusdianto enggan memberi tanggapan terkait hal itu.

Ditemui usai menghadiri pelantikan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) se Kota Siantar, Sabtu (29/2/2020) terkait usulan itu masih mengetahui dari sejumlah media.

“Kalau ditanya apa tanggapan Pemko Siantar, kan suratnya belum ada sama kami, jadi mau bagaimana menanggapi. Kalau sudah ada nanti secara rinci, baru mungkin kita tanggapi” ujarnya sembari masuk ke mobilnya.

Sementara itu, anggota DPRD Siantar, Ferry Sinamo mengatakan, tugasnya bersama rekan yang lain selaku Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket telah berakhir, bersamaan dengan paripurna yang dilaksanakan pada Kamis (27/2/2020) lalu

Untuk tugas selanjutnya, sebutnya bukan lagi tugas Pansus Hak Angket, namun menjadi ranah pimpinan DPRD Siantar.

“Artinya setelah diserahkan kemarin hasil kerja-kerja Pansus Hak Angket, maka tugas kita telah selesai dan sekarang di ranah pimpinan DPRD,” terang politisi PDI-Perjuangan ini.

Untuk langkah selanjutnya sesuai dari keputusan paripurna, Ferry menyarankan agar hal itu dipertanyakan ke Pimpinan DPRD Siantar.

“Dalam paripurna kemarin juga hal itu dipertanyakan sama anggota DPRD kapan diserahkan ke pihak berwenang dan dijawab pimpinan sesegera mungkin akan ditindaklanjuti jika berkas telah lengkap,” tutupnya.

Terpisah, Dosen Fakultas Hukum Universitas Simalungun (USI) Muldri Pasaribu menuturkan, hal yang harus dipahami dalam Hak Angket yakni berbicara kebijakan yang dikeluarkan Kepala Daerah, ketika bertentangan dengan Undang-Undang (UU) dan kepentingan orang banyak.

“Jadi ada 3 poin yaitu kebijakan, tidak sesuai dengan perundang-undangan dan terakhir bertentangan dengan kepentingan orang banyak,” tuturnya.

Dijelaskannya lebih jauh, kepentingan orang banyak berbicara 2 hal. Yakni, kepentingan secara langsung dan tidak langsung.

“Sekarang kita kembali pada Hak Angket yang memiliki 8 poin, tinggal dirumuskan saja ketiga hal tersebut, benar nggak melanggar. Karena cara kerja Mahkamah Agung (MA) seperti itu,” paparnya.

Lanjut Muldri, MA tidak akan bicara hal-hal yang sosial, namun normatif.

“Jadi kalau dikaji secara teliti, kebijakan itu harus dikaji dengan pisau analisis. Ada kebijakan serta peraturan yang dilanggar dan bertentangan dengan kepentingan orang banyak, baik secara langsung maupun tidak langsung,” tandasnya. (Elisbet)