Taput, Lintangnews.com | Hadirnya Universitas Negeri di Tapanuli Utara (Taput) terus didengungkan Bupati, Nikson Nababan sebagai solusi untuk Taput lebih maju dan sejahtera.
Leletnya perkembangan perekonomian di Taput disebabkan banyak faktor menjadi sebuah perenungan bagi Nikson untuk terus memperjuangkan berdirinya Universitas Negeri di daerah itu.
Berangkat dari filosofi orang Batak ‘Anakkon Hi Do Hamoraon Di Au’, Nikson memahami betul karakter dan budaya orang Batak. Dimana kondisi paling terpuruk pun sebuah rumah tangga orang Batak akan tetap mengupayakan anaknya sekolah, minimal 1 orang harus sampai menginjak pendidikan hingga perguruan tinggi dan menggapai gelar Sarjana.
Dari filosofi itu, Nikson menganggap sebagai anak-anak bangsa yang sudah tumbuh sebagai generasi penerus harus melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi yang sebelumnya telah dimerdekakan Missionaris DR IL Nommensen di Tapanuli Raya.
Nikson menuturkan, Tuhan telah memilih Nommensen dalam konteks Kekristenan. Akan tetapi pada hakekatnya, tugas sebenarnya yang diemban Nommensen itu melepas orang Batak dari Kebodohan, Ortodoks dan Hadatuaon.
Dia menuturkan, seandainya kalau usia Nommensen hingga 500 tahun, barang kali sampai saat ini Universitas Negeri pasti didirikan di Taput.
“Tetapi umur Nommensen tidak sampai segitu, maka kita lah yang akan meneruskan perjuangan dan cita-cita itu. Bagaimana melepaskan kita dari kebodohan dan kemiskinan,” ungkap Nikson dihadapan Ketua Tim Pengkaji Pendirian Universitas Negeri di Tapanuli Raya, Profesor Marlon Sihombing didampingi Sosiolog USU, Junjungan Simanjuntak, Senin (21/9/2020) lalu di Sopo Rakyat rumah dinas Bupati, Tarutung.
Nikson menyampaikan, satu hal yang harus dipahami, Triger pembangunan ekonomi ada pada sekolah dalam konteks Tapanuli Raya yang sifatnya umum. Nikson menuturkan, itu yang mendasari dalam pendirian Universitas Negeri.
“Kedua, kita juga harus belajar dari perkataan orang-orang pintar, kalau ingin maju sebuah daerah, maka belajar lah dari sejarah. Sejarah yang saya maksud itu adalah filosofi dari leluhur orang Batak dan cita-cita Nommensen. Maka ada belum sempurna, yaitu pendidikan yang dilakukan Nomensen itu bagaimana sampai ke tingkat lebih tinggi harus ada di Tapanuli Raya,” paparnya.
Diakuinya, untuk mewujudkan itu bukan hal yang gampang, tentu banyak tantangan, rintangan dan butuh pengorbanan. Juga mengharapkan dukungan dari pemerintah daerah di Tapanuli Raya, stake holder dan unsur elemen masyarakat lainnya.
“Berdirinya Universitas Negeri di Tapanuli Raya (Untara) dengan mentransformasi Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) menjadi sebuah Universitas Negeri harus kita pahami secara bijkasana,” ungkap Nikson.
Rencana besar ini tinggal mengaktualisasi melalui sebuah dokumen. Bagaimana dokumen itu tertata dengan rapi dan di dalamnya sudah dimuat keinginan masyarakat, kajian dan analisa serta dukungan-dukungan dari berbagai elemen, ormas, tokoh agama, tokoh adat dan organisasi kemahasiswaan, termasuk dukungan dari petinggi di republik ini termasuk penentu kebijakan yaitu Presiden Jokowi.
Saat ini pihaknya sudah mengantongi dukungan pendirian Untara dari 2 lembaga tertinggi dan tinggi negara, yaitu Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo saat kunjungan kerja (kunker) ke Taput tanggal 28 Februari 2020. Dan dukungan dari Ketua DPD RI, AA Lanyala Mahmud Mattalitti saat kunker ke Taput selama dua hari (17-18/9/2020).
“Tinggal menunggu dukungan dari DPR RI dan pak Presiden RI Jokowi. Artinya sudah fifty-fifty,” tegas Nikson.
Dalam hal ini, Bupati mengajak tim pengkaji untuk semakin menguatkan dokumen-dokumen, sehingga tidak ada celah sedikit pun melemahkan rencana besar berdirinya Untara.
“Niat dan harapan besar saya berdirinya Untara, ketika melihat dan mengamati Jogjakarta, Bandung dan Malang begitu luar biasa besarnya karena sebuah Universitas Negeri. Bukan hanya besar, tetapi maju dari barbagai aspek perekonomian,” paparnya.
Tahun 2015 pertama sekali, Nikson lontarkan ide pendiran Untara. Kemudian tahun 2016, dirinya membuat proposal pengusulan Universitas Negeri ke tingkat Menteri dan Presiden. Pada saat itu, sudah ada perintah Presiden Jokowi untuk membahas proposal pengusulan itu.
“Rupanya, tahun 2017 ada bisikan-bisikan yang membuat rencana ini gagal. Orang Kristen akan demo bila IAKN diubah menjadi Universitas Umum, sehingga ditunda oleh Presiden Jokowi. Tahun 2018 tahun Pilkada dan tahun 2019 menyelesaikan Pilkada. Menurut saya, tahun 2020 lah waktu yang tepat untuk memulai lagi membahas pendirian Universitas Negeri di bumi Tapanuli Raya,” papar Nikson yang pada saat itu didampingi Wakil Bupati, Sarlandy Hutabarat, Ketua DPRD, Poltak Pakpahan dan Sekretaris Daerah (Sekda), Indra Simaremare.
Nikson menambahkan, resiko politik memang banyak dihadapi ketika memperjuangkan Universitas Negeri ini, tetapi harus siap menghadapi segala resiko.
Menurutnya, apa yang dilakukan bukan semata-mata untuk menyelamatkan ekonomi, bukan sekedar membuat Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, tetapi juga Kekristenan.
Menurutnya, menyelamatkan Kekristenan menjadi sebuah analisa yang sangat luar biasa. “Kita tidak mau ada aliran-aliran yang membuat doktrin sendiri, sehingga gereja bisa pecah-pecah. Ini yang kita khwatirkan menghapus Kekristenan secara konotasi saat IAKN ditransformasi menjad Universitas Umum,” tukasnya.
Kemudian akan semakin menumpuk pengangguran-pengangguran tahun demi tahun, sehingga menghilangkan doktrin ‘Kasihilah Sesamamu’. Nikson menuturkan, data seperti ini tidak perlu masuk dalam sebuah dokumen. Yang perlu fakta-fakta akurat untuk dikombinasikan dalam sebuah dokumen.
“Kita sudah tau lulusan IAKN untuk kenaikan eselon agar bisa mengajar harus sekolah lagi mengambil Akta IV nya. Apa ini gak menjadi tantangan buat kita, jadi untuk apa ada kampus itu. Sempat viral lulusan IAKN masuk Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sibolga, tetapi tidak bisa dilantik, apa hal ini tidak menjadi tantangan buat kita,” tandas Nikson.
Dikatakan Nikson, ini yang akan dicermati dan menjadi tambahan bagaimana mengkaji arti pentingnya Untara. Bagaimana kajian tentang IAKN atau Universitas Kristen Negeri Raya, tetapi tetap dikelola Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), bukan Kementerian Agama (Kemenag).
Nikson menuturkan, manejemen resiko juga harus menjadi bagian kajian. Bahwa apa resiko IAKN kedepan, termasuk Universitas Negeri Umum yang sempat menjadi perdebatan akan banyak masuk Islam ke Tapanuli Raya maka terjadi Islamisasi.
“Bagaimana mungkin terjadi Islamisasi, sementara kita tau sendiri, orang Batak sangat care terhadap keyakinan. Melalui ajaran kasih yang sudah mendarah daging bagi tubuh Kristen dengan membuka jendela ‘Garam dan Terang’, orang bisa melihat toleransi kerukunan antara umat beragama di Taput sangat luar biasa,” paparnya.
Lanjutnya, bisa dibayangkan Untara akan bisa menyumbang kepada pemimpin yang berjiwa pancasilasi dan berjiwa nasionalis. Termasuk bisa dibayangkan, kalau orang dari Banten dan Jawa datang kuliah ke Tapanuli Raya.
“Setelah kuliah, mereka akan melihat Gereja menyebar dimana-mana dan lapo (warung tuak) dimana-mana. Saya pikir ini akan menjadi sebuah pelajaran, agar mereka tidak akan alergi melihat salib, Gereja atau minoritas,” imbuhnya.
Diharapkan dan pasti diyakini 99 persen ketika mereka pulang kuliah atau sudah menjadi pemimpin di Indonesia, maka chemistry nya akan menjadi baik bagi orang Batak.
Menurutnya, rumor yang selama mengatakan Islamisasi justru dibalikkan menjadi strength, karena ada ‘Garam dan Terang’. Dia mengatakan, harus membuka diri dan Tapanuli Raya harus menjadi jendela bagi keberagaman suku dan agama melalui Universitas Negeri.
Diketahui Sumatera Utara hanya memiliki 4 Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Jika dikalkulasikan secara detail, penduduk Sumut sekitar 16 juta jiwa, sehingga tentu masih bisa diminta berdirinya sebuah Universitas Negeri untuk mengcover Tapanuli Raya, Simalungun, Karo, pecahan Tapanuli Selatan (Tapsel) dan Labuhan Batu Raya.
“Untuk Universitas Negeri yang sudah ada, bisa mengcover Kota Medan, Tebingtinggi, Langkat, Serdang Bedagai (Sergai) dan Deli Serdang. Apalagi kalau nanti ditingkatkan perguruan tingginya masuk zonasi. Kalau sempat masuk zonasi, kemana lah anak-anak kita untuk kuliah. Makanya yang kita perjuangkan ini harus cepat dan tepat sasarannya,” kata Nikson.
Maka tugas-tugas yang harus segera ditingkatkan adalah menggali sedalam-dalamnya apa yang bisa menjadi analisis swot sedetail mungkin. Artinya, ketika nanti ekspos, hal terkecil pun sudah bisa dijawab.
Terkait adanya pro dan kontra dalam pendirian Universitas Negeri, Nikson mengatakan, sebuah keputusan atau pun kebijakan itu pasti ada (pro dan kontra).
“Tetapi saya yakin, bila mereka tau berdirinya Universitas Negeri akan melepaskan kita dari kebodohan dan kemiskinan. Bahkan trigger percepatan pertumbuhan ekonomi di Tapanuli Raya, kedepannya akan baik-baik saja,” ungkapnya.
Keberadaan Universitas di Tapanuli Raya Jadi Magnet Pertumbuhan Ekonomi Baru
Sementara Marlon Sihombing mengatakan, dengan berdirinya Universitas Negeri di Tapanuli Raya akan menjadi magnet baru bagi pertumbuhan ekonomi di daerah sekitarnya.
Pasalnya, orang-orang akan berdatangan dari luar daerah, yang tentunya membawa nilai materi ke daerah dimana Universitas Negeri itu berada. Belum lagi mahasiswa-mahasiswi dari luar Tapanuli Raya, sehingga otomatis meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar Universitas Negeri itu. (***)